Lihat ke Halaman Asli

Membangun Pendidikan Inklusi: Kesadaran dan Menerima Perbedaan terhadap Peserta Didik Tuna Rungu

Diperbarui: 26 Juni 2023   17:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) dahulu sebatas penyediaan layanan pendidikan dengan sistem segregrasi, hingga akhirnya pada saat ini munculah pemikiran baru dalam bidang pendidikan, dimana anak berkebutuhan khusus (ABK) memerlukan suatu bentuk pendidikan yang mengikutsertakan mereka didalam berbagai kegiatan dengan masyarakat luas. Layanan pendidikan yang dimaksudkan adalah mampu memasukkan, mengelola, dan merespon segala kebutuhan ABK tanpa adanya bentuk diskriminasi. Maka diterapkanlah pendidikan inklusif di sekolah reguler, agar ABK dapat ikut serta mengoptimalkan kemampuannya bersama dengan anak-anak pada umumnya. Pendidikan inklusif pada dasarnya sebagai upaya untuk mememenuhi kebutuhan pendidikan untuk semua anak dengan fokus pada pribadi mereka yang rentan terhadap diskriminasi. Dengan pendidikan inklusif diharapkan pendidikan bagi semua anak dapat terlaksana bukan hanya sebagai slogan tetapi dengan sungguh-sungguh mengayomi seluruh anak tanpa terkecuali. Semua sekolah harus menerima keberagaman setiap peserta didiknya tanpa memandang perbedaan dari segi fisik, emosi, sosial, agama, ekonomi, dan sebagainya. Untuk itulah, pendidikan yang terselenggara hendaknya memberikan jaminan bahwa setiap anak akan men dapatkan pelayanan dalam mengembangkan potensinya, yang sejalan dengan ideologi sistem pendidikan nasional. Pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi semua siswa, termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Salah satu kelompok peserta didik yang sering menghadapi tantangan adalah peserta didik tuna rungu. Artikel ini membahas pentingnya membangun kesadaran dan menerima perbedaan terhadap peserta didik tuna rungu dalam konteks pendidikan inklusi di sekolah dasar. (kata kunci : tuna rungu, anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusif)

Pembahasan

1. Tantangan Peserta Didik Tuna Rungu dalam Konteks Pendidikan Inklusi

Peserta didik tuna rungu menghadapi berbagai tantangan dalam pendidikan inklusi di sekolah dasar. Mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal dan mengakses informasi melalui pendengaran. Hal ini memerlukan pendekatan yang berbeda dan pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan mereka.

Tantangan yang dihadapi oleh peserta didik tuna rungu dalam konteks pendidikan inklusi dapat beragam. Berikut ini adalah beberapa tantangan umum yang sering dihadapi oleh peserta didik tuna rungu dalam lingkungan inklusi di sekolah dasar:[1]

 

  1. Komunikasi: Peserta didik tuna rungu menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal karena kehilangan pendengaran. Mereka mungkin menghadapi hambatan dalam memahami dan menggunakan bahasa lisan, memperhatikan instruksi dan diskusi kelas, serta berinteraksi dengan teman sebaya. Hal ini memerlukan pendekatan komunikasi alternatif yang efektif, seperti bahasa isyarat, pembacaan bibir, atau penggunaan alat bantu pendengaran.
  2. Akses ke Informasi: Peserta didik tuna rungu mungkin kesulitan mengakses informasi yang disampaikan melalui suara atau percakapan lisan. Ini dapat mempengaruhi pemahaman mereka tentang materi pelajaran, instruksi, dan komunikasi interpersonal. Mereka membutuhkan aksesibilitas informasi yang memadai melalui visual, teks, atau media yang dapat dilihat atau dirasakan.
  3. Sosialisasi dan Interaksi: Peserta didik tuna rungu mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan teman sebaya karena perbedaan komunikasi. Mereka dapat merasa terisolasi atau tidak termasuk dalam kegiatan sosial atau kelompok diskusi. Hal ini memerlukan pendekatan inklusif dalam pembentukan lingkungan sosial yang memungkinkan peserta didik tuna rungu untuk terlibat secara aktif dan merasa diterima oleh teman sebaya mereka.
  4. Kurikulum dan Penilaian: Kurikulum yang tidak mempertimbangkan kebutuhan khusus peserta didik tuna rungu dapat menjadi tantangan dalam pendidikan inklusi. Mereka membutuhkan penyesuaian dan modifikasi dalam materi pelajaran, metode pengajaran, dan evaluasi. Kurikulum yang sensitif inklusi dan fleksibel harus dikembangkan untuk memastikan bahwa peserta didik tuna rungu dapat mengikuti kurikulum secara efektif.
  5. Dukungan Khusus: Peserta didik tuna rungu mungkin memerlukan dukungan khusus, seperti bantuan pendengaran, penerjemah bahasa isyarat, atau guru pendamping, untuk membantu mereka dalam proses pembelajaran dan partisipasi aktif di kelas. Menyediakan dukungan ini membutuhkan sumber daya dan pemahaman yang tepat dari pihak sekolah.
  6. Kesadaran dan Penerimaan: Tantangan yang paling mendasar adalah kesadaran dan penerimaan dari siswa dan staf sekolah terhadap peserta didik tuna rungu. Memastikan bahwa seluruh komunitas sekolah memiliki pemahaman yang baik tentang kebutuhan dan potensi peserta didik tuna rungu, serta menerima mereka sebagai anggota setara dalam lingkungan sekolah, sangat penting dalam pendidikan inklusi.

 

Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk melibatkan kolaborasi antara guru, tenaga pendidik, ahli pendidikan inklusi, orang tua, dan peserta didik tuna rungu itu sendiri. Dengan pemahaman yang mendalam, dukungan yang tepat, dan lingkungan yang inklusif, peserta didik tuna rungu dapat mengatasi tantangan mereka dan meraih kesuksesan dalam pendidikan inklusi di sekolah dasar.

 

2. Membangun Kesadaran tentang Tuna Rungu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline