Kebudayaan (adat) Minangkabau, sebagai budaya yang berlaku di Sumatera Barat, mempunyai pandangan tersendiri terhadap perempuan. Perempuan berada dalam posisi terhormat sehingga seorang anak mengikuti garis keturunan ibu atau keturunan matrilineal dan perempuan berada pada pusat kendali atau matriarki.
Matrilineal merupakan salah satu sudut pandang yang paling banyak dalam mencirikan kepribadian masyarakat Minang. Tradisi dan budaya mereka menempatkan perempuan sebagai penerima manfaat warisan dan properti penghubung. Keturunan tersebut dikaitkan dengan ibu yang dikenal dengan nama Samande (se-ibu). Sementara itu, masyarakat memanggil bapaknya dengan sebutan Sumando (ipar) dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga.
Masyarakat Minangkabau masih mempertahankan matrilinealitas hingga saat ini, meskipun sudah diinstruksikan dari zaman ke zaman dan tidak ada sanksi baku yang diberikan bagi mereka yang tidak mengikuti kerangka koneksi.
Namun, dibalik budaya matrilineal yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Minang perantauan dan perempuan Minang yang tinggal di daerah setempat pada umumnya ada sisi lain dari kehidupan sosial matrilineal yang berdampak dan bahkan melemahkan masyarakat lain. khususnya budaya barat.
Dampak budaya barat menjadi salah satu tantangan bagi para perempuan Minang perantau yang sejatinya sudah mendobrak hukum adat Minang dan khususnya institusi untuk mempertahankan budaya unik mereka semakin lemah. Untuk sementara, konvensi ini dapat terus berjalan dan dipertahankan apabila budaya ini mampu dilakukan oleh ibu-ibu dan anak perempuan sebagai seniman yang paling berprestasi dalam budaya matrilineal.
Peran anak-anak perempuan Minang dalam menjaga komunikasi cerdas dan interpersonal yang menyenangkan dengan ibu atau pemegang konvensional Minang di daerah setempat, dapat menjaga dan menjaga budaya matrilineal dari dampak budaya barat di daerah perantauannya.
Matrilineal merupakan budaya masyarakat Minang yang masih dipertahankan hingga saat ini, di tengah konvergensi budaya barat, budaya Matrilineal yang mengutamakan perempuan ini masih dilindungi oleh masyarakat Minangkabau.
Diketahui bahwa suku Minang yang tinggal di perantauan masih menjalankan dan menjalankan tradisi yang berbeda-beda, meskipun faktanya mereka merupakan suku minoritas. Wajar jika tradisi yang mereka laksanakan tidak seekspresikan yang biasa mereka lakukan di kampung halaman. Dialek Minang jarang sekali digunakan dalam diskusi-diskusi biasa.
Kedudukan dan peran perempuan di Minangkabau Sumatera Barat dapat dilihat dari dua sudut pandang yakni, masyarakat mampu menghayati dan menjaga nilai-nilai sosialnya. Saat ini, perempuan adalah pemegang kepercayaan dalam menjamin dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh sebab itu, kita sebagai generasi muda terkhususnya kepada perempuan Minangkabau, harus mempertahankan budaya ini dengan kuat di tengah-tengah konvergensi budaya barat. Meskipun ada tantangan dari budaya barat, perempuan Minangkabau di perantauan masih berperan dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya matrilineal mereka.