Berkaca dari Tragedi Xenia
By. Hafidz341 (PemRed Majalah Remaja Islam D’Rise!)
"Ratu Hedonesia". Salah satu julukan yang disematkan publik pada seorang Afriani Susanti. Pelaku tragedi Xenia yang menabrak pejalan kaki di tugu Tani yang menewaskan sembilan dari sebelas korban pada hari Minggu, 22 Januari 2012 kemaren. Para korban lagi jalan kaki menikmati suasana minggu pagi, tiba-tiba dari belakang datang Xenia dengan kecepatan tinggi. Tak ayal, para korban tak sempat menghindar sehingga tertabrak dan tergilas seperti hantaman bola bowling pada pinnya. Bener-bener tragis. Berbagai hujatan dan kecaman pun mengalir deras pada seorang Afriani. Apalagi setelah publik tahu bahwa saat kejadian, Afriani sedang tipsy alias kobam bin mabuk pasca pesta miras dan narkoba bersama teman-temannya. Tes urine yang melibatkan tim dokter RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur membuktikan tersangka adalah pemakai narkoba.
Miras dan Narkoba Sumber Bencana
Driser, tragedia xenia maut menambah daftar panjang tindak pidana penyalahgunaan miras dan narkoba. BNN juga mencatat, jumlah tindak pidana narkotika dan psikotropika terus meningkat. Tahun 1997 hanya terjadi 622 kasus Narkoba. Memasuki tahun 2000-an, terjadi lebih dari 3 ribu kasus. Di atas tahun 2005, kasus Narkoba mencapai puluhan ribu. Tahun 2011, kasus Narkoba yang terungkap sebanyak 26.560 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 32.876 orang. (Rakyatmerdekaonline.com, 25/01/12).
Dominasi tindak krimininal karena Narkoba terbukti dari jumlah narapidana penghuni lembaga pemasyarakatan. Catatan Dirjen Pemasyarakatan mengungkapkan di 33 lembaga pemasyarakatan yang tersebar di tanah air yang menampung 45 ribu napi, 90 persen atau 41 ribu napi diantaranya terjerumus di Hotel Prodeo ini karena kasus narkoba. (idem).
Sementara untuk miras, negeri kita yang terkenal dengan budaya timurnya ternyata dianggap pangsa pasar miras potensial. Menurut catatan Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) orang Indonesia mengkonsumsi 100 juta liter bir pertahun. Jumlah konsumen minuman keras domestik terus meningkat 3-4 persen pertahun, belum lagi dengan bertambahnya kunjungan wisatawan asing. Maka pengusaha miras ingin agar pembatasan miras dilonggarkan dan kuota produksinya ditambah.
Direktur Rerserse Kriminal Umum Polda Sultra, Kombespol. M. Iswandi Hari, di Kendari, Selasa (3/1), mengungkapkan, dari pantauannya, minuman keras (miras), merupakan salah satu penyebab tindak kriminal tertinggi di Sultra. Polda Sulawesi Utara juga melaporkan sekitar 70 % tindak kriminalitas umum di Sulawesi Utara terjadi akibat mabuk setelah mengonsumsi miras. Kabid Humas Polda Sulut Ajun Komisaris Besar Benny Bela di Manado mengatakan, masih tingginya tindak kriminalitas di daerah itu disebabkan oleh minuman keras. Diperkirakan 65-70 % tindak kriminalitas umum di daerah itu akibat mabuk minuman keras. Selain itu sekitar 15 persen kecelakaan lalu lintas juga akibat pengaruh minuman keras. (lihat, kompas.com, 21/1/2011).
Drunken Government
Sudah terbukti bahwa miras dan narkoba yang secara ilmiah bisa menendang akal sehat penggunanya ke tempat sampah. Sehingga dengan mudah memicu berbagai tindakan kriminal mulai dari penganiayaan, tawuran antar wilayah, hingga kdrt. Sialnya, pemerintah seolah tutup mata dengan maraknya kejahatan akibat konsumsi miras dan penyalahgunaan narkoba.
Belakangan, pemerintah malah mencabut perda yang melarang miras (minuman keras) di daerah. Setidaknya ada sembilan perda miras yang diminta untuk dicabut oleh kemendagri. Diantaranya, Perda Kota Tangerang No. 7/2005 tentang Pelarangan, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol; Perda Kota Bandung No. 11/2010 tentang Pelarangan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol; dan Perda Kabupaten Indramayu No. 15/2006 tentang Larangan Minuman Beralkohol. Padahal fakta yang ada sejak perda miras diberlakukan terjadi penurunan angka kriminalitas, bahkan sampai 80 % seperti di Bulukumba. Di Indramayu dan Tangerang penerapan perda miras berhasil mengurangi angka kriminalitas secara nyata.