Dua bulan lalu, timnas Garuda resmi mengumumkan akan menggandeng apparel baru Erspo untuk dua tahun ke depan. Dari sana tidak ada satu hal terjadi masih sepi, sebelum beberapa hari lalu Erspo mengumumkan penampakan jersey resmi timnas, meledak sudah masalah baru.
Lebih jauh lagi, harus diakui ada beberapa celah di sana, publik tak sepenuhnya salah dalam hal ini. Mereka menganggap jersey baru terlalu mahal, terlalu polos, juga terlalu remeh, memang tak bisa dibantah dari sana. Namun, ada beberapa hal menarik yang tak tersorot juga.
Di sini kami akan coba membahas lebih complex tentang, bukan cuma kontra, tetapi juga pro terhadap brand lokal satu ini. Bagaimanapun, tidak mungkin juga tidak ada pertimbangan matang sebelum memilih Erspo untuk berpartner bersama.
Filosofi jersey
Erspo dalam menggarap jersey musim ini terinspirasi dari tahun 1981, di mana tahun ini timnas Indonesia berhasil mengalahkan Jepang 2-0. Tentu, ada harapan untuk kembali ke sana. Terlebih, tahun lalu kita sudah kembali berjumpa Jepang.
Ini sangat penting, sebab sudah jarang sekali dalam beberapa tahun terakhir kita bertemu dengan salah satu raksasa terbesar Asia.
Meski demikian, inspirasi ini sering dianggap remeh oleh beberapa orang di Internet, mereka beranggapan hasil satu pertandingan tak bisa dijadikan inspirasi untuk jersey yang dikenakan dalam setahun. Terlebih, cuma sebuah pertandingan persahabatan.
Di samping itu, inspirasi dalam dunia jersey sering kali meniru, tetapi dengan sentuhan modern dalam sana. Namun, sebagai penggemar kami cukup menyayangkan tidak ada detail keunikan di sana, cuma warna celana pendek yang berbeda.
Tampilan jersey
Dari sini sebagai penggemar sepakbola layak kaca, dilihat dari luar tak bisa dibantah edisi sebelum ini jauh lebih baik, masih ada keunikan di sana. Terlebih, untuk urusan kerah, sangat menunjukkan karakter. Terlebih, untuk urusan logo, tetapi bisa jadi karena kita belum terbiasa.
Di samping itu, tampilan kali ini juga sangat mirip dengan dua negara Asia tenggara Singapura dan Vietnam, tak bisa dibantah blunder terbesar ada di sini. Bukan suatu masalah besar tentang jelek atau bagus, tetapi mirip dengan negara satu kawasan baru masalah, terutama karena frekuensi pertemuan ketiga tim bisa dibilang sering.