PENGANTAR
Suku jawa identik dengan budaya yang sangat kental dengan adat istiadat, dan juga suku jawa sering disebut sebagai suku yang lembut dan ramah serta budaya yang paling bayak masyarakat berbudaya dari suku jawa di Indonesia. Karena sebagai suku yang terbanyak dan merupakan pusat pemerintahan, perekonomian, dan kebudayaan. Oleh karena itu mengapa pulau jawa selalu menjadi pusat perhatian oleh para investor maupun para wisatawan, di karenakan kemajemukan sukunya, kebudayaanya yang kental dan keeksotikanya pariwisatanya di jawa yang menarik dan industri-industri yang sudah maju sering kali menjadi incaran oleh para investor dan wisatawan asing.
Setelah panjang lebar saya menjelaskan suku jawa, disini saya akan mengkaji suku jawa yang berada di kabupaten jember, kecamatan wuluhan, desa tamansari, di mana tempat saya tinggal di desa ini, saya akan menceritakan sedikit tentang apa yang ada di dalam desa saya selama ini, entah itu kebudayaan masyarakatnya, mata pencaharian masyarakatnya dan kehidupan sehari-hari yang di lakukan oleh masyarakat desa tamansari itu sendiri.
Desa tamansari yang berkecamatan di wuluhan merupakan desa yang berada di kabupaten jember provinsi jawa timur, penduduk desa tamansari kebanyakan masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai petani, industri genteng dan pedagang. Desa tamansari membawahi beberapa dusun di antaranya, dusun gondosari, tamanrejo, kebonsari, dan krajan. Dari keempat dusun tersebut memiliki kemajemukan, kebudayaan dan mata pencaharian yang berbeda-beda, namun demikian meskipun memiliki masyarakat yang majemuk,cultur dan mata pencaharian yang berbeda masyarakat desa tamansari sangatlah kompak dalam acara-acara atau event-event tertentu misalnya dalam perayaan maulid nabi muhammad SAW dan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Di samping masyarakat desa tamansari mempunyai kekompakan dan homogenitas yang tinggi namun, di dalam sebuah pemerintahan desa dan tata kelola yang di lakukan oleh perangkat desa di nilai sangatlah kurang mengenai output maupun outcame ke masyarakat, oleh karena itu masyarakat desa tamansari banyak yang mengeluh terhadap apa yang di lakukan pemerintah desa selama ini.
Mengapa saya ingin sekali mengangkat tema yang berjudul “sifat apatisnya pemerintah desa di desa tamansari, kecamatan jember, kabupaten jember”, karena saya ingin dengan saya menulis makalah ini mudah-mudahan kepala desa tamansari sadar bahwa apa yang di lakukan sekarang ini bisa mengkonstruksi kognitifnya dan bisa memberikan pelayanan yang terbaik buat masyarakatnya. Sehingga masyarakat bisa memberikan dukungan terhadap pembangunan desa yang baik, karena masyarakat sudah memberikan amanat dan mandat terhadap pemerintah desa dalam demokrasi, seharusnya pemerintah desa lebih tanggap dan bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat desa tamansari karena tugas seorang pemimpin di sini mempunyai tanggungan yang sangat berat, dengan mengemban semua aspirasi dari rakyat dan amanat yang di berikan oleh rakyat. Namun sebaliknya yang di alami oleh masyarakat desa tamansari saat ini yaitu sifat apatis yang di lakukan oleh pemerintah desa atau kepala desa tamansari yang membuat masyarakat desa tamansari sangat jengkel.
Sifat apatis yang di lakukan oleh kepala desa tamansari yaitu, jika di suruh datang untuk mengisi acara-acara tertentu seperti acara Maulid Nabi Muhammad SAW, HUT RI, selametan dan acara-acara penting lainya selalu tidak datang dan lebih mirisnya lagi jika bertemu masyarakat desa tamansari jarang memberikan respon maupun interaksi dengan masyarakat tersebut. Berbeda sebelum menjadi kepala desa sangat ramah, selalu perhatian terhadap orang yang tidak mampu selalu menyumbang jika ada acara-acara penting di desa. Sedangkan sudah menjadi kepala desa lupa akan apa yang seharusnya kepala desa lakukan. Seharusnya kepala desa harus bisa mengatur dan mempunyai tujuan yang jelas seperti yang di atur oleh UU Nomor 6 tahun 2014 Tentang desa pasal 4 yang berisi:
- memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
- melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa.
D.mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama.
- membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab.
F.meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
- meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional.
- memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional.
- memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
MAKNA APATIS
Menurut solmitz pada tahun 2000 (dalam Ahmed,Ajmal,Khalid & Sarfaras, 2012) Apatisme adalah ketidakpedulian individu di mana mereka tidak memiliki minat atau tidak adanya perhatian terhadap aspek-aspek tertentu seperti kehidupan sosial maupun aspek fisik dan emosional. Sedangkan menurut Dan pada tahun 2000 (dalam Ahmad, et al. 2012), apatis adalah istilah lain untuk sifat pasif, tunduk bahkan mati rasa terutama terhadap hal-hal yang menyangkut isu sosial, ekonomi, lingkungan dan politik. Gejala daari sifat apatis ini dapat dilihat dari kurangnya kesadaran, kepedulian dan bahkan sifat tidak tanggung jawab sosial. Jadi teori apatis yang sudah di rumuskan oleh Solmitz dan Dan, jika di kaitkan dengan tema yang saya angkat sangat singkron sekali di mana kinerja pemerintah desa atau kepala desa tamansari sangatlah pasif tidak peduli dengan keadaan sekitar, kurangnya tanggung jawab dan prinsip kedisiplinan yang dia miliki sangatlah kurang untuk memenuhi kriteria menjadi kepala desa. Semestinya menjadi kepala desa harus bisa memberikan pelayanan, kesejahteraan, pembinaan dan pembangunan terhadap kemasyarakatan desa sesuai dengan UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Wajar saja jika kepala desa tamansari tidak mengerti dan apatis, sehingga tidak bisa mengamplikasikan kebijakannya sesuai UU yang berlaku, soalnya kepala desa tamansari hanya sekedar lulusan SMA, bukanya saya menjelek-jelekan kepala desa saya tapi itu memang kenyataan secara teori maupun konsep kepala desa tamansari kurang memahami secara menyeluruh maklum lulusan SMA. Saya sangat iri dengan desa-desa lain yang dimana kepala desanya sudah lulusan D3 dan S1, seharusnya dalam UU harus ada pengaturan untuk persyaratan utama dalam mencalonkan kepala desa harus minimal D3 atau S1 supaya kepala desa tersebut lebih berpengalaman secara teori maupun prakteknya untuk mensejahterakan rakyatnya di lingkup desa.