Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Keunikan Diri Sebagai Manusia

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu saya mengantar teman saya untuk menjemput keponakannya. Keponakannya itu masih SD kelas 6. Walaupun SMP kelas 3, kegiatannya sudah melebihi kegiatan mahasiswa pada umumnya. Sekolah 5 hari seminggu dari jam 7 hingga jam 1, lalu les matematika, fisika, kimia, biologi 3 kali seminggu. Lalu ketika saya tanya 2 hari di weekend itu dia ngapain? Dia les bahasa inggris. WOW. Itu si ga jauh ama orang kantoran yang kerja 8 jam sehari. Lalu ketika saya tanya apa yang paling dia sukai, dan jawabannya adalah origami (melipat kertas) saya melihat dia melipat kertas dari buku sekolahnya lalu memberikan sebuah kamera yang dibuat dari hasil lipatannya.

Siapa yang tidak terkejut, kertas yang kalo sama saya ga jauh-jauh buat jadi bahan lemparan ke tong sampah, bisa dibuat jadi kamera sama dia. Kalo mawar dan bunga okelah tetep keren tapi udah mulai sering. Tapi ini kamera, saya si takjub.

Berangkat dari kejadian itu saya mulai mencari sebenarnya apa sih arti kata sekolah itu (iseng doang si). Sekolah atau school adalah turunan dari bahasa latin dari kata skholē yang berarti waktu luang. Ya asal kata sekolah adalah waktu luang.

Saya langsung berpikir bahwa sekolah adalah kegiatan waktu luang anak-anak. Lalu kegiatan aslinya apa? BERMAIN. Ya anak-anak itu tujuan utamanya bermain.

Kenapa bermain? Nanti kalau dia udah gede, mau kerja apa? Nanti dia bakal kalah saing dengan dunia bisnis masa depan gimana?

Mungkin ada beberapa orang tua yang bertanya seperti itu. Tapi menurut saya pertanyaan itu adalah refleksi ketakutan orang tua atas masa depan anaknya (wajar sih) tapinya jika anak-anak terlalu dibebani pendidikan di usia dini, seorang anak akan kehilangan suatu harta yang sangat berharga dalam hidupnya. Apakah itu? keunikan dan ciri khas seorang anak. Apa sih yang lebih buruk dari kehilangan diri sendiri. Punya segalanya tapi mempertanyakan keberadaan diri sendiri dan lebih bahaya lagi, punya segalanya tapi hidup tidak bahagia.

Ga banyak diantara kita yang menyukai seni melipat kertas. Dan gara-gara ga banyak itulah yang membuat keunikan setiap orang. Sama seperti orang yang menyukai make up binatang, perancang busana untuk kucing, penerjermah bahasa Swahili atau mungkin hal hal  lainnya yang jarang dimiliki sehingga membuat orang tersebut memiliki keunikan, ciri khas dan yang terpenting adalah character. Character sudah terpancar dari keponakan teman saya itu, seengganya dia udah cukup percaya diri untuk tidak ikut-ikutan khalayak ramai dan fokus untuk menekuni hobinya yaitu melipat kertas. Daripada menjadi komoditi di bursa tenaga kerja yang ujung-ujungnya menjadi bagian dari statistika untuk penentuan keputusan para dewan direksi.

Di era yang makin kompetitif ini, dimana kemampuan tiap orang sudah mulai digantikan dengan teknologi, dunia mulai meminta ide-ide kreatif dan segar untuk membentuk masa depan. Kalau dari kecil udah dididik untuk mengikuti arus dengan belajar hal hal yang umum (matematika, fisika, kimia, biologi) bagaimana seorang anak mau menjadi dirinya sendiri? Akan butuh waktu lagi saat dia dewasa untuk menemukan dirinya sendiri (seperti saya). Kalo memang seorang anak sukaya matematika dll ya silahkan, toh itu kesukaan dia. Tapi kalo ga suka, ya jangan dipaksa. Bukankah semua ide-ide dan terobosan hebat berasal dari kecintaan (passion) seseorang tentang apa yang ia lakukan? Bener ga?

Kalau begitu sekarang apa yang menjadi kecintaan anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline