Lihat ke Halaman Asli

Yang Tak (Akan Pernah) Tersampaikan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13871931802097185965

[caption id="attachment_309097" align="aligncenter" width="150" caption="doc: pribadi"][/caption] untukmu, yang tak (akan pernah) termiliki yang menyisakan cerita, untuk ku rekam, sendiri.. Bila hari ini memang harus seperti ini, aku tidak menyayangkannya, bahkan justru mensyukurinya. Menikmatinya, berusaha mengenang, belajar dari segala cerita ini. Mungkin mengenang dan mengingat membuat segalanya merumit, tetapi hal itu tak kan membunuhku ? Perlahan, mungkin, tetapi tak akan sefatal apabila aku stuck pada sosokmu. Bila hari ini tidak ada perubahan, memang seharusnya seperti itu, kamu memiliki duniamu sendiri, yang bisa kamu nikmati sekarang, em coret intinya kamu tidak merasakan apa yang  aku rasakan, dan aku berusaha tidak merasakan apa yang kamu rasakan. Itu yang aku maksud. Bila sampai hari ini kamu masih saja bosan, anggaplah aku tak pernah ada di hadap mu, bukankah sejak dulu sudah sering seperti itu ?? Kamu menatap lurus ke depan, karena memang tak melihat atau berusaha tak melihatku, atau kita memang tercipta tidak untuk saling bertatap muka ?? Tidak untuk saling mengungkap kata dalam sapa ?? Bila hari ini cerita ini masih saja kamu permasalahkan, kamu begitu bodoh, kekanakan, tidak tahu diri. Kamu sendiri yang tak menginginkan cerita ini terus menerus dibahas bukan ? Jujur aku sudah jenuh, cerita ini sudah usai, tanpa dimulai !! Dan ... entahlah, nonsense, aku juga tak mengerti, cerita ini begitu absurd dan irrasional, mengertikah kau ? Bukan aku sakit bukan, hanya semakin aku tahu semuanya semakin .. begitulah. Tak perlu disebutkan di sini. Kau sendiri yang memintaku untuk tak pernah memasuki kehidupanmu, tetapi kini, dengan segala sindir dan cacianmu, siapa yang (berusaha) memasuki  kehidupan siapa ? Siapa yang mengganggu siapa ?? Bila kamu memang sudah menggapai apa yang kamu inginkan, kamu impikan bahkan selalu kamu ceritakan (kepadaku).. Selamat ya !! Aku turut berbahagia. Sebagai temanmu, sebagai seseorang yang selalu melihatmu- terus, sebagai konsultanmu (begitu kau menyebutku), sebagai batu loncatanmu, seseorang yang kamu manfaatkan, tidak, ralat, aku tak pernah merasa dimanfaatkan olehmu. Maaf aku yang terlalu bodoh mengartikan semua ini. Karena seperti yang kamu katakan, aku hanyalah seorang anak kecil, yang tak tahu apa apa, labil, berisik, heboh, mengusik ... dan begitu menyusahkan

Bila hari ini aku tak peduli, jangan pernah kau tanya kenapa, aku pun tak mengerti

terima kasih dan maaf, selalu

dariku, yang selalu ber({ta}bah)agia, untukmu dan karenamu

PARA :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline