Kemenangan Persija atas Tampines dari Singapura diajang AFC Cup 2018 masih menyisakan cerita tersirat. Bukan sekedar hattrik Simic yang menjadikan julukan super Simic benar adanya, tapi cerita dimana Persija masih menang ditempat yang bukan rumah (stadion) aslinya, Gelora Bung Karno.
Rumah yang memang bukan rumah asli Persija. Padahal ketika seremoni juara presiden telah usai, isu rumah persija sebagai wakil ibukota sudah bergulir dan ini sudah berlangsng lama yaitu sejak rumah (stadion) lebak bulus luluh lantak akibat gubahan MRT, Persija nyaris tak mendapatkan ganti yang boro-boro sepadan, untuk sekedar menetap Persija harus berkelana sampai ke Solo, Jawa tengah.
Kondisi miris karena janji taman BMW menjadi stadion nan asri masih janji. Itu terlihat dari seremoni Persija bersama Wakil Gubernur Sandi Uno yang masih mengharapkan pihak swasta untuk turun tangan bukan pemerintah provinsi, padahal sejak 2012 Persija menjadi komoditi pilkada paling yahud untuk para calon gubernur Jakarta.
Persija mulai sibuk, dimana tim mulai sibuk bukan sekedar mempersiapkan tim untuk liga 1 musim 2018 tapi untuk mencari rumah (stadion) yang tak dinyana memang tak ada.
Rumah GBK pun tak akan benar-benar khusus untuk Persija karena bila musim kampanye tiba atau misal menjelang Asian Games stadion akan benar-benar tak dapat digunakan. Persija pun akan menomaden ke seantero negeri untuk mencari tempat latihan dan bertanding terbaik. Padahal jika melihat bagaimana sebuah tim sepak bola ada baiknya melihat tim-tim negeri tetanga seperti Thailand membangun profesionalitasnya.
Menjadi Pro
Untuk menjadi klub profesional dengan profitable, tampaknya bukan hal sulit bagi Persija. Musim liga 1 tahun 2017 Persija punya rataan penonton tertinggi di stadion yaitu 23.051 penonton per pertandingan dan ini menjadi rekor untuk Asia tenggara dimusim kemarin.
Padahal saat itu Persija masih nomaden di kota tetangga Bekasi dengan menggunakan stadion Patriot sebagai home base-nya. Belum lagi suporter Persija yang loyal tak terkira dan akan mendukung Persija dimana saja, dan untuk syarat aspek bisnis, Persija bisa sangat menguntungkan jika benar dimiliki pribadi. Memiliki stadion sendiri juga menambah pendapatan klub apalagi pendukung Persija yang mendukung setiap saat.
Bisa dibayangkan jika 23.051 suporter membeli tiket dengan harga minimal Rp. 50.000 maka Persija akan mendapatkan keuntungan Rp. 1.152.550.000 perpekan setiap pertandingan kandang. Ditambah ada 17 pertandingan home Persija maka akan ada 19 M lebih yang mengalir ke kas Persija.
Jika sudah memiliki stadion Persija bisa membangun toko merchandase resmi yang tentunya akan laris manis jika dibuka mengingat loyalnya jakmania. Tentunya akan mendatangkan pendapatan tambahan bagi Persija, hal yang belum terpikirkan bagi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Kenapa menyebut Pemerintah Provinsi Jakarta, karena saat ini Persija merupakan sebuah perseroan terbatas dengan nama PT Persija Jaya Jakarta. Dengan memiliki status sebagai perseroan maka Pemrov DKI bisa mengakuisisi dan melakukan penyertaan modal ke Persija seperti BUMD yang lainnya.