Lihat ke Halaman Asli

Haendy B

Blogger, Football Anthutsias

Pekan Olahraga Nasional, Untuk Apa dan Siapa?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sebelumnya Saya akan mengingat sedikit tentang kisah emosional Petinju Thailand di final nomor light fly 48 kg Olimpiade London 2012, Panparoon K terisak tangis karena kalah dari petinju China Zou. Dengan perbedaan angka tipis, Zou mengakhiri peluang wilayah Asia Tenggara untuk dapat meraih emas Olimpiade London 2012.

Atau kisah si Pelari Grenada james K (19 tahun)yang meraih emas nomor 400 meter putra cabang Atletik. James bukan hanya mengagetkan dunia dengan merebut emas dinomor yang Amerika Serikat dan Jamaika adalah juaranya. Kemenangan ini setidaknya mengenalkan negara Grenada yang mungkin tak banyak orang tahu. Kemenangan yang diantar bukan melalui alat-alat latihan yang mahal dan mewah. Kemenangan yang nilainya luar biasa.

Belum lagi luar biasanya atlet-atlet gulat Iran, yang mampu meraih 3 emas. Ditengah embargo ekonomi dari negara-negara barat, Olimpiade menjadi tempat netral untuk unjuk gigi. Bahwa ditengah keterbatasan sarana, atelt Iran mampu membuat lagu kebangsaannya berkumandang di London, Inggris. Negara yang ikut 'menginvasi' ekonomi Iran.

Kisah-kisah heorik Olimpiade itu akan coba dihadirkan dalam bentuk yang lebih mini di Pekan Olahraga Nasional tapi benarkah PON telah menjadi tempat tumbuh atlet berbakat atau justru menjadi ajang 4 tahunan belaka.

Sejatinya PON merefleksikan Olimpiade, itu dapat dilihat dari 39 cabang olahraga yang dipertandingkan di PON berbanding dengan cabang olahraga di Olimpiade yang hanya 26. Tapi nyatanya ada beberapa cabang di Olimpiade yang tidak dipertandingkan di PON, seperti Bola Tangan, Modern Penthatlhon, dan Trampoline. Logikanya dengan berkurangnya konsentrasi pada cabang-cabang Olimpiade maka akan berkurang raihan medali di Olimpiade.

PON sendiri ternyata mempertandingkan cabang-cabang yang tidak familiar dengan ajang multi event seperti Olimpiade atau bahkan Asian Games, cabang-cabang seperti Menyelam, terbang layang, Aeromodeling ikut mewarnai PON. Cabang-cabang ini lebih mengarah pada 'hobi' daripada ajang untuk menatap kasta yang lebih tinggi. Maka kita tak perlu bertanya dengan 240 juta penduduk, Indonesia hanya mampu meraih 1 perak dan 1 perunggu pada Olimpiade London 2012 kemarin.

Jauh sebelum PON Riau menghadirkan kontroversi seperti korupsi anggaran proyek pembangunan arena olahraga dan juga terbengkalainya sarana dan prasarana olahraga, PON sendiri sudah menghadirkan kontroversi dari sekedar ajang 4 tahunan.

Kontroversi pertama adalah Jika ingin melihat bibit-bibit baru bermunculan maka tak adil jika mereka harus berkorban tempat untuk atlet yang bernilai nasional atau bahkan dunia. Dan lamanya jangka waktu 4 tahun membuat bangsa ini harus menunggu lama untuk melihat lahirnya atlet baru sedangkan kejurnas jarang digelar oleh PB masing-masing cabang Olahraga ditambah dana APBD yang sering tersedot ke pengembangan sepakbola saja. Maka makin kompleks saja masalah pembinaan atlet di negeri ini.

PON harusnya memang lebih sekedar hajatan biasa, jika Pemerintah bersama pemegang kepentingan olahraga nasional ingin mengharumkan nama bangsa lewat olahraga, sudilah untuk sedikit mengubah konsep PON yang sejatinya adalah muara untuk berprestasi di ajang yang lebih tinggi. Lain halnya jika beberapa pihak justru mengincar keuntungan pribadi.....

twitter : @haendy_busman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline