Lihat ke Halaman Asli

Kemiskinan dan Bayang-bayang Bantuan

Diperbarui: 2 Oktober 2017   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada bosan-bosannya untuk membahas fenomena kemiskinan di negeri ini. Tujuh puluh dua tahun sudah Indonesia merdeka. Namun hingga detik ini, permasalahan negeri ini tak jauh-jauh dari masalah kemiskinan. Data terakhir menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia mengalami peningkatan. Fakta tersebut sungguh pahit rasanya. Akan tetapi mau tidak mau kita harus menerima fakta tersebut dan segera melakukan evaluasi kebijakan pengetasan kemiskinan yang telah diterapkan.

Berdasarkan publikasi angka kemiskinan Maret 2017 yang dirilis BPS pada bulan Juli silam menunjukkan ada delapan belas provinsi mengalami pembengkakan persentase penduduk miskin. Persentase penduduk miskin disini memiliki arti proporsi penduduk miskin dibandingkan total penduduk di provinsi yang bersangkutan. Berikut adalah tabel provinsi-provinsi yang mengalami peningkatan persentase penduduk miskin per Maret 2017.

daftar-provinsi-59d1a6dc7a70f14af97a5632.png

Lebih dari separuh total provinsi di Indonesia mengalami peningkatan persentase penduduk miskin. Tentunya ini memberikan lampu kuning alias warning kepada pemerintah. Pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengetasan kemiskinan.

Selang beberapa waktu setelah data kemiskinan Maret 2017 dirilis oleh BPS, pemerintah RI lewat bapak presiden mengatakan bahwa salah satu faktor meningkatnya angka kemiskinan dikarenakan kurang adanya sinkronisasi antara BPS dan kementrian. Banyak program pemerintah yang berkaitan dengan pengetasan kemiskinan belum berjalan sampai dengan bulan Maret, hal itu disinyalir sebagai salah satu penyebab jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2017 mengalami peningkatan. Keterlambatan pendistribusian Beras Sejahtera (Restra) merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi membengkaknya angka kemiskinan di berbagai daerah terutama di daerah yang jumlah penduduk rentan miskinnya banyak.

Akan tetapi, ada satu hal yang yang menarik untuk dibahas dalam kasus ini, yaitu akankah masyarakat kalangan bawah akan terus hidup dalam bayang-bayang "bantuan"? Tentunya banyak efek negatif dari royalnya pemerintah memberikan bantuan langsung kepada masyarakat. Selain menambah beban anggaran negara, mental masyarakat pun akan melemah. Tunduk dan dipermainkan oleh "bantuan" yang rutin diberikan pemerintah. Mental meminta akan terpupuk dalam diri masyarakat yang jangka panjangnya akan menggerogoti semangat juang untuk berkompetisi.

Diantara banyaknya alternatif kebijakan pengetasan kemiskinan, kenapa pemerintah tak menempuh kebijakan yang lebih efektif dan "manusiawi" untuk mengetaskan kemiskinan? Seperti menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan merata ke berbagai daerah di Indonesia ataupun menghidupkan kembali ekonomi kerakyatan yang dulu dipegang teguh oleh Indonesia. Bukankah dalam sila ke lima disebutkan dengan jelas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Dengan tersedianya lapangan pekerjaan dengan upah yang layak, yakinlah kalau masyarakat Indonesia bisa secara sendirinya lepas dari belenggu kemiskinan.

Memang cara memberikan bantuan langsung seperti Restra ataupun Bantuan Langsung Tunai dinilai cepat untuk mengetaskan kemiskinan. Akan tetapi kebijakan itu tak memberikan solusi untuk jangka panjang. Efeknya hanya sementara saja, tak lebih sebulan  masyarakat menerima bantuan tersebut. Lantas setelah bantuan tersebut habis, kembali lagi mereka ke lubang kemiskinan.

Pemerataan kesempatan kerja baik itu di perkotaan maupun pedesaan harus menjadi perhatian khusus pemerintah. Terlihat jelas perbedaan persentase penduduk miskin daerah perkotaan dan pedesaan yang begitu mencolok. Persentase penduduk miskin wilayah pedesaan hampir dua kali lipat persentase kemiskinan wilayah perkotaan.

persentase-penduduk-miskin-menurut-pedesaan-perkotaan-59d1a7200e3f0b78b84e12b2.png

Mayoritas mata pencaharian penduduk pedesaan yang berada di sektor pertanian merupakan salah satu penyebabnya. Keberpihakan pemerintah kepada para petani ataupun nelayan Indonesia masih kurang. Sulitnya menjual hasil pertanian, harga jual yang rendah, mahalnya bibit, pupuk dan biaya perawatan lain masih menjadi nyanyian kosong belaka. Inilah saatnya pemerintah mulai serius membangun sektor pertanian untuk merubah sektor penyumbang kemiskinan menjadi sektor primadona.

Tentunya akan lebih terhormat jika rakyat Indonesia bisa keluar dari belenggu kemiskinan berkat perjuangannya sendiri. Memeras keringat dengan bekerja menjual apa yang mereka punya. Baik itu kreatifitas, bakat, kemampuan keilmuan ataupun cuma sekedarmenjual tenaga. Jikalau masyarakat Indonesia bisa keluar dari rantai kemiskinan tanpa ada kata "bantuan", itu berarti pemerintah telah sukses, telah berhasil membuat kebijakan pembangunan yang tepat bagi negeri ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline