Lihat ke Halaman Asli

Negeri Hara Huru

Diperbarui: 18 Juli 2024   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest/Bored Panda

Miris. Sangat miris. Jika kau mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada negara yang tua, rapuh ini. Hahaha, tentu saja lebih banyak orang bodoh disini daripada orang - orang pintar, kalau kalian cukup cermat mengamati nya.

Tentu saja implikasi terhadap kehidupan kita hanya sedikit, itu jika kita tidak menyadarinya mengingat pemahaman kita sangatlah dangkal karena adanya pembatasan akses yang memungkinkan orang - orang untuk rajin dalam berpikir. 

Tentu saja budaya berpikir kritis haruslah terus diwariskan dari generasi ke generasi. Akan tetapi, budaya berpikir kritis itu tergerus oleh zaman atau mungkin rezim otoriter yang korup penuh akan kejahatan.

Kejahatan psikis, moral, politik, hasil dari perbuatan orang - orang yang tidak bertanggung jawab. Skema pembodohan abadi yang selalu ada dalam tubuh negeri yang terkoyak ini.

Kalau kita sedikit bertanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Tentu saja pengaruh terbesarnya adalah diam nya rakyat yang berpikir jernih dengan tergantikan oleh rakyat yang berpikir keruh. Begitu rela nya mereka melihat semua yang mereka perjuangkan selama ini dirampas begitu saja dengan skema pemerintah yang membuat kebijakan yang nampak berpihak Wong Cilik, namun kenyataannya mereka adalah Wong Picik nan Licik. 

Wong Picik nan Licik ini dengan lenggang - lenggang kangkung nya menggadaikan negeri ini kepada bangsa lain hanya demi materi agar bisa memperkaya diri sendiri. Sebutan itu telah menyangkut bukan hanya kepada mereka yang ada di dalam tubuh pemerintahan. Tapi juga termasuk orang - orang yang berada dalam barisan yang katanya Agamawan.

Ya, mereka agamawan. Dengan gelar ustadz atau kiyai yang mereka dapatkan dari sekolah atau perkuliahan yang telah mereka jalani selama beberapa waktu, namun dengan mudahnya mereka tertarik pada hal yang semu. Konsesi tambang, adalah hal paling menjijikan yang pernah kudengar seumur hidup. Tidak ada bedanya mereka dengan kaum agamawan yang ada di Eropa di tahun 1700. 

Tidak, 1500-an, memandang harta, melakukan pemerasan atas nama tuhan dengan tujuan memperkaya diri mereka sendiri. Tidak heran mereka  berada di puncak rantai teratas rantai makanan kasta kekuasaan dalam struktur sosial kala itu. Kejadian itu pada akhirnya terulang kembali, hanya saja dalam bentuk yang berbeda. 

Kalau dahulu mereka berpakaian serba hitam atau merah kepausan, dan selalu berada di dalam gereja, kini berbalik menjadi orang yang mengenakan baju putih, berkopyah hitam, dan berada dalam barisan suatu organisasi keagamaan terbesar di republik ini. Apa bedanya mereka dengan tukang catut? Tidak ada, mereka sama saja.

Sangat disayangkan, orang - orang itu rela menjual harga diri mereka, menggadaikan tanah tumpah darah mereka sendiri demi sekantung emas yang sangat sedikit. Haruskah kita diam sampai kapalnya karam? Itu kembali kepada pendapatmu masing - masing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline