Lihat ke Halaman Asli

Membina Pemain Sepakbola

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Dunia persepakbolaan di tanah air kita memang harus diakui lebih heboh perseteruan di antara pengurusnya, lebih banyak perkelahian antarpemain, lebih sering terjadi pemukulan dan perlawanan pemain terhadap wasit di lapangan, lebih menonjol tawuran antarpenonton/suporter bahkan tidak jarang merugikan masyarakat umum yang terdampak langsung oleh berbagai kerusuhan setelah pertandingan sepakbola berlangsung.

Yang paling anyar kita dengar dan saksikan berita di televisi, petang (Kamis 12/5) kemarin , di bawah bayang-bayang ancaman sanksi FIFA,  Komisi Banding yang bertugas menyidangkan pernyataan keberatan dari sejumlah calon yang tidak lolos seleksi untuk maju dalam pemilihan Ketua Umum PSSI, selain memutuskan menerima pernyataan banding sekaligus meloloskan calon yang banding tersebut,  juga dengan 'berani' meloloskan dua calon, Arifin Panigoro dan George Toisutta. Seperti diketahui, sebelumnya FIFA telah menolak Arifin Panigoro, George Toisutta dan Nirwan Bakrie, untuk maju menjadi calon Ketua Umum PSSI.

Namun demikian, bukan soal kemelut dan perseteruan di PSSI yang akan dibahas dalam tulisan ini. Materi pokok yang akan dikupas lebih kepada soal pembinaan pemain, tentu dari berbagai aspek dan sudut pandang yang terkait dengan cabang olahraga sepakbola.

Pembinaan pemain merupakan fokus utama di setiap cabang olahraga tak terkecuali sepakbola. Program latihan bagi semua pemain Timnas Indonesia U-23 yang dipersiapkan untuk laga Sea Games, yang dilaksanakan di Pusat Pendidikan Kopassus Batujajar, Jawa Barat, bolehlah dianggap sebagai upaya esktra dalam melatih dan menempa kemampuan fisik serta mental para pemain.

Beberapa pemain yang diwawancarai media elektronik mengungkapkan rasa bangga mereka bisa merasakan dan mengalami proses latihan ala militer, yang dianggap sebagai suatu ajang penggemblengan fisik sekaligus pembinaan mental. "Saya menganggap latihan ini sangat bermanfaat dan sungguh-sungguh positif, setelah  mengikuti latihan, saya merasa lebih memiliki mental dan rasa percaya diri yang lebih besar," ujar salah seorang pemain.

Pertanyaannya, apakah program latihan di Pusat  Pendidikan  Kopassus, Batujajar, tersebut, cukup memadai dalam membekali fisik dan mental para pemain, mengingat ajang sepakbola  menuntut kemampuan fisik yang benar-benar prima, kesiapan mental serta ketrampilan dan penguasaan teknik.

Latihan bagi para pemain Timnas U-23 di Batujajar, tentu saja diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan dan kerjasama tim di lapangan nanti, yang pada gilirannya bisa menyatukan semangat dan menampilkan permainan yang kompak sehingga mampu mengungguli lawan-lawan mereka.

Namun demikian, dalam upaya pembinaan ke depan, program latihan tidak cukup dengan kegiatan yang bersifat temporer dan terkesan formalitas belaka. Diperlukan, strategi pembinaan yang terencana, berjangka, terpadu, dengan sistem yang baku, terkoordinasi dan melibatkan berbagai bidang keahlian seperti, dokter/paramedis, pakar gizi, psikolog, pelatih, manajer dan pembina.

Untuk itu, rumusan baku program latihan bagi pemain sepakbola sudah saatnya segera disusun, yang kelak dijadikan pedoman pembinaan secara nasional. Pendapat, salah seorang kandidat yang akan maju dalam pemilihan Ketua Umum PSSI, yang menyatakan bahwa pengurus PSSI hanya akan mengelola manajemen organisasi semata, sedangkan pembinaan dan program latihan sepenuhnya diserahkan kepada daerah/klub/perserikatan, tentu saja perlu dikoreksi dan diklarifikasi. Sebab, bagaimana pun PSSI bertanggungjawab sepenuhnya atas program pembinaan nasional yang bersifat menyeluruh dan menjadi pedoman/acuan bagi daerah, klub dan perserikatan.

Dengan adanya pola pembinaan yang baku, tentu akan lebih memudahkan bagi daerah dalam melaksanakan pembinaan dan program latihan, bahkan juga menjadi acuan bagi sekolah-sekolah sepakbola yang kini banyak tumbuh di seluruh tanah air. Pola pembinaan ini, menjadi semacam buku saku yang bersifat standar, bagi seluruh insan persepakbolaan ditanah air mulai dari pemain, pelatih, wasit,/hakim garis, tim medis/dokter, ahli gizi, pengurus, manajer, pembina dan pihak terkait lainnya.

Pola pembinaan yang bersifat baku, sekaligus dapat mencegah munculnya praktik-praktik lama yang bersifat non teknis dan selama ini membelenggu perkembangan dunia persepakbolaan kita, seperti, tindakan pilih kasih pelatih, pengurus, manajer dan pembina dalam memilih dan menetapkan pemain yang akan dipasang dalam suatu pertandingan. Begitu pula sebaliknya, konspirasi di antara beberapa pemain yang sengaja tidak mentaati atau sering membangkang terhadap perintah pelatih yang tidak jarang berujung dengan penampilan buruk di lapangan, sehingga mengakibatkan konduite jelek bagi pelatih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline