Lihat ke Halaman Asli

Gunung Padang, Sebuah Mahakarya Purbakala

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto108

Jika Mariska lubis mengangkat topik budaya lokal mengenai sex, maka dalam tulisan ini saya akan berusaha mengangkat tempat wisata lokal yang belum terjamah para investor. Bukan bermaksud mengekor ide saudari Mariska, namun hanya TERINSPIRASI saja oleh satu artikelnya yang mengangkat tentang budaya nyeleneh sex kaum perempuan di satu daerah di Jawa Barat. Artikel ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan sex ataupun tulisan Mariska, hanya saja (sekali lagi) ide menulis ini datang setelah saya membaca artikel mariska mengenai tukeran suami (atau berbagi suami yaaa hehehe).

Yang menarik untuk kita cermati tentang budaya lokal adalah kesadaran diri kita tentang potensi yang kita miliki. Terkadang bangsa kita tidak sadar bahwa daerah yang kita tinggali sebenarnya memiliki keberagaman budaya yang bisa jadi akan menjadi satu kebanggaan nasional. Ketika bangsa lain mengklaim bahwa itu adalah budaya mereka, barulah kita ramai-ramai defensive dan mempertahankan budaya kita yang selama ini sebenarnya tidak terlalu kita perdulikan. Berangkat dari kenyataan inilah, saya mengetuk anda para kompasianer yang senang berwisata untuk ikut andil mengembangkan kawasan wisata ini juga siapa tau ada kompasianer yang juga investor yang mau berinvestasi untuk kemajuan tempat ini.

Mungkin diantara anda tidak banyak yang mengetahui bahwa Indonesia memilki situs megalithikum terbesar se-Asia tenggara. Selain candi Borobudur atau Prambanan yang sudah mendunia, ada satu situs megalith yang konon bisa jadi sama (atau mungkin lebih) tua dengan candi-candi yang sudah go International tersebut. Ini merupakan peninggalan leluhur jaman kerajaan Pajajaran dan konon merupakan sisa-sisa peninggalan prabu siliwangi. Untuk mencapai situs megalith ini, anda harus menuju ke Cianjur terlebih dahulu. Dari sana, anda susuri jalan raya yang menuju ke arah sukabumi hingga anda tiba di warungkondang. Tanyakan saja kepada penduduk sekitar “jalan menuju situs gunung padang”. Satu tips jika anda tidak mau tersesat, sering-seringlah melihat ke atas karena Papan petunjuk yang disediakan oleh dinas perhubungan setempat dipajang seperti papan penunjuk jalan yang lain, salahsatunya tepat diatas perempatan jalan cikancana (jalan kecil untuk menuju situs tersebut).

Kurang lebih 1 jam dari pusat kota, jalan yang anda lalui adalah jalan berkelok-kelok dan sempit namun berhawa sejuk dan berpemandangan indah. Memang awal perjalanan anda akan menemukan permukaan jalan yang lumayan rata, namun sekitar 1 km sebelum tempat tujuan tercapai, jalan batu-lah yang akan menemani perjalanan anda. Jarak lokasi dengan jalan raya Negara (Jalur raya Cianjur-Sukabumi) adalah sekitar 20 Km.

Oya, Sebelum anda naik ke atas kunjungilah kuncen tempat tersebut supaya anda mendapat panduan ketika anda sudah berada diatas situs nantinya karena dari panduan inilah anda akan memperoleh informasi penting mengenai sejarah keberadaan situs ini. Dengan begitu anda akan memperoleh satu paket wisata sejarah yang lumayan komplit.

Ada empat undakan di situs gunung padang ini, namun yang perlu menjadi catatan adalah jalan menanjak menuju ke atas situs hanyalah berupa susunan batuan di kemiringan (mungkin) enam puluh derajat. HATI-HATI, hanya itu yang saya catatkan bagi anda karena disini mental anda akan teruji, menaiki tangga yang terbuat dari batu pada kemiringan tertentu dengan anak tangga yang lumayan banyak karaena selain rasa lelah anda pun harus melawan rasa takut (bagi yang phobia ketinggian). Namun ujian ini akan terbayar lunas setelah anda mencapai tempat tujuan situs megalithikum ini. Pemandangan berupa kumpulan batuan andesit yang tersusun berkelompok menjadi ciri khas utama di situs ini, menurut satu penulis yang juga dosen ITB pada webnya menyebutkan bahwa Gunung Padang diperkirakan merupakan hasil pembekuan magma pada lingkungan sisa-sisa gunung api purbakala berumur Pleistosen Awal, sekira 21 juta tahun yang lalu (Budi Brahmantyo-maret 2009 pada www.wacananusantara.org). Sakralitas dan keagungan mahakarya budaya masa lalu menjadi satu atmosfir tersendiri di situs ini.

Ah rasanya tidak perlu berpanjang lebar saya jelaskan disini mengenai bagaimana sejarah situs ini, saya hanya mengajak anda untuk sama-sama memelihara dan ikut andil dalam mengembangkan budaya bangsa sendiri.

Hadi_ah – 18sept09

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline