Lihat ke Halaman Asli

Hadiri Abdurrazaq

Editor dan penulis

Energi Kepercayaan, Totalitas dan Loyalitas

Diperbarui: 3 Juni 2020   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Keberagamaan adalah hal yang niscaya, inheren dengan kemanusiaan. Setiap orang mengemban agamanya sendiri-sendiri, bisa sejalan dan sebangun dengan agama orang lain atau mungkin bersimpangan dan berseberangan. Beragama dalam konteks ini kita maknai sebagai energi kepercayaan.

Musibah---dalam pengertian bencana---apa pun bentuknya selalu menyentuh ranah kepercayaan. Karena itu, respons setiap orang terhadap musibah yang menimpa tak pernah seragam. Ada orang yang panik sampai hilang kendali, ada juga yang sejurus panik lalu dengan segera mampu menguasai diri. Pada kasus lain saat musibah menimpa seseorang bisa jadi diliputi ketenangan, tak tampak adanya kegelisahan maupun kepanikan.

Energi kepercayaan dalam diri seseorang sangat menentukan refleksinya saat merespons musibah. Respons terhadap pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19), misalnya, meski situasi umum terkesan mencekam, situasi internal pada tiap-tiap individu bisa dipastikan tak seragam. Indikasinya bisa dilihat pada sikap keseharian dari sebelum, pada saat, dan setelah musibah menimpa.

Situasi internal pada tiap-tiap individu ketika merespons peristiwa tertentu adalah cermin dari keberagamaan. Bisa terjadi pada seribu orang teridentifikasi dan dinyatakan positif terpapar Covid-19, karena energi kepercayaan dalam diri mereka tak sama, maka respons masing-masing dari mereka pun berbeda, bahkan meskipun agama formal yang mereka anut sama.

Ada beberapa soal yang membingkai kehidupan Homo Sapiens dalam kerangka kepercayaan akan Tuhan: Apakah benar Tuhan ada? Jika benar bahwa Tuhan ada, apakah keberadaan-Nya bersifat informatif atau objektif; politeistis atau monoteistis; dan apakah punya pengaruh (andil) terhadap organisme alam semesta? Bagaimana sesungguhnya Tuhan "bekerja" (faal) dalam memelihara dan mengendalikan alam semesta?

Kepercayaan akan Tuhan

Ilmu tentang kepercayaan kepada Tuhan dalam khazanah Islam sering dinamai Ilmu Tauhid, yakni ilmu mengesakan Tuhan. Menurut Syekh Muhammad Abduh (1265-1323 H / 1849-1905 M), Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud (eksistensi) Allah dan sifat-sifat yang wajib melekat pada-Nya serta sifat-sifat yang mustahil ada pada-Nya (Rislat al-Tauhd, Beirut-Kairo: Dr al-Syurq, 1414 H / 1994 M, hal. 17).

Pertama-tama ialah kepercayaan mengenai Allah antara ada (wujd) dan tiada ('adam). Pada umumnya kita percaya Allah wujud. Tetapi kepercayaan ini masih mengandung kemungkinan bercabang alias tidak murni, karena kerap disertai kepercayaan kepada yang lain-lain menyerupai kepercayaan kepada-Nya.

Inilah di antara problem dalam beragama yang sedari awal menjadi concern para Nabi dan Rasul sebagai pembawa dan penyampai berita dari Tuhan. Soal ini juga menyita perhatian banyak filsuf dalam upaya menemukan kebenaran tentang realitas sejati Tuhan.

Energi kepercayaan akan Tuhan bangun di atas tiga jalur: ateisme, politeisme, dan monoteisme. Pertama, ateisme merupakan kepercayaan akan ketiadaan Tuhan dan/atau kepercayaan bahwa senyatanya tidak ada apa yang disebut kekuatan Tuhan sebagaimana dipropagandakan kaum teis.

Mereka yang tidak percaya akan Tuhan biasa disebut kaum ateis, yakni orang-orang yang anti-Tuhan. Bagi mereka, apa yang disebut "Tuhan" itu hanyalah sebuah proyeksi yang diada-adakan oleh sebab ketidakmampuan manusia mengatasi problem hidupnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline