Seringkali kita mendengar aksi "boikot" tanpa mengetahui apa arti sebenarnya dari boikot itu sendiri. Secara bahasa boikot diartikan dengan tidak menggunakan atau menghindari penggunaan produk yang bersumbangsih atau terafiliasi pada organisasi, seseorang, atau layanan tertentu sebagai bentuk protes. Aksi boikot juga ditujukan untuk menarik perhatian, memengaruhi opini publik, serta menekan entitas tertentu untuk berperilaku sesuai aturan.
Dalam konteks ini, aksi boikot kerap menjadi respons masyarakat untuk menolak ketidakadilan. Beberapa waktu terakhir kita juga menyoroti kejadian yang memprihatinkan terjadi di beberapa belahan bagian bumi. Mulai dari eksploitasi kekayaan alam, hingga pelanggaran hak asasi manusia yang terus berulang. Tidak hanya berbicara soal Palestina, negara lain juga menjadi korban, seperti Kongo, Lebanon, atau bahkan seluruh dunia.
Masyarakat dibuat seolah tidak berdaya atas eskploitasi, genosida, pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh pemegang kekuasaan global. Mereka membuat suatu sistem dimana orang-orang akan terus ketergantungan dengan apa yang mereka jual. Dengan berbagai dalih, para pemegang kekuasaan global ini menjual sesuatu yang dikemasan cantik tetapi menyimpan dampak buruk dibaliknya. Contohnya adalah penggunaan kendaraan listrik yang di komersilkan dengan ramah lingkungan, Namun, di balik produksi baterainya, masyarakat Kongo menjadi korban eksploitasi besar-besaran untuk mendapatkan kobalt---bahan baku utama yang sangat dibutuhkan.
Disinilah aksi boikot menjadi senjata yang efektif. Selain untuk memberi pelajaran bagi para pelanggar, masyarakat dapat terfokuskan kepada produk lokal. Di Indonesia, boikot terhadap produk-produk fast fashion, misalnya, telah membuka peluang bagi merek pakaian lokal untuk berkembang pesat.
Lebih dari sekadar bentuk protes, aksi boikot memiliki kekuatan untuk memutus ketergantungan produk luar dan meningkatkan kemandirian ekonomi lokal. Dengan mengalihkan daya beli ke produk dalam negeri, masyarakat tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan ekosistem baru pada keberlangsungan peradaban manusia nantinya. Sebagai langkah nyata, masyarakat dapat memprioritaskan produk-produk yang dihasilkan oleh petani, pengrajin, dan pengusaha lokal, UMKM, serta mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Melalui aksi boikot yang terencana dan konsisten, kita tidak hanya menekan ketidakadilan global, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan menjadikannya lebih mandiri. Dengan memilih produk dalam negeri, kita mendukung kesejahteraan bangsa sekaligus menjadi bagian dari perubahan yang lebih besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H