Anda pembenci SBY? Beruntunglah karena ada media yang akan menyalurkan uneg-uneg Anda itu. Apapun profesi Anda, semakin Anda terkenal dengan keahlian Anda dan semakin Anda membenci SBY maka Anda akan sering tampil di Metro TV. Anda boleh mengolok-ngolok, mengritik, mencanci maki, dan marah-marah tapi tidak boleh menggunakan bahasa 'terminal Senen'. Oh ya banyak lho kelemahan SBY yang bisa kita angkat untuk dijadikan bahan olok-olok : peragu, tebar pesona, suka curhat, suka bilang 'saya prihatin' dan masih banyak lagi. Kelebihannya? Dia kepilih lagi-kepilih lagi. Tapi kelebihan SBY jangan disiarkan karena pihak Metro tidak mempunyai keuntungan apapun.
Kalau Anda pakar komunikasi jadilah seperti Effendi Gozali yang dengan detail mengkritisi cara komunikasi SBY. Kalau Anda budayawan jadilah seperti Sujewo Tejo yang mengkritisi dengan istilah pewayangan dan istilah Jawa. Kalau Anda komedian jadilah seperti Iwel walaupun lawakannya 'garing' tetapi mencoba melucu dengan mengolok-olok SBY. Kalau Anda ekonom jadilah seperti Rizal Ramli atau Fuad Bawazier yang selalu punya data-data yang tak pernah dipercaya diluar kecuali di Metro. Kalau Anda seniman jadilah seperti Butet yang jobnya tidak putus-putus di Metro TV karena materi banyolannya adalah meniru-niru gerak-gerik SBY. Kalau Anda pengamat politik jadilah seperti Ikrar Nusa Bakti yang punya analisis tajam soal kelemahan SBY. Kalau Anda agamawan jadilah seperti Dien Syamsudin seorang mantan politikus yang belum ikhlas menjadi tokoh agama. Bahkan kalau Anda paranormal Andapun bisa sering muncul di Metro TV kalau Anda seperti Permadi yang mempunyai ramalan-ramalan yang menyeramkan tentang kejatuhan SBY.
Setiap pemimpin dimanapun pasti banyak hater-nya, dan media memang senang dengan mempublikasikan berita-berita tentang pemimpin tersebut. Namun kita harus kritis, apakah media yang mefasilitasi kita untuk memprotes dan mengkritisi pemimpin itu akan berlaku sama jika pemimpinnya berganti? Bagaimana jika pemimpin media itu kemudian jadi pemimpin bangsa, siapkah dia dikritik dan diolok-olok oleh medianya sendiri? Apakah orang-orang yang saya sebutkan di atas tidak sadar bahwa disela-sela acara olok-olok itu ada break yang menampilkan iklan partai politik si owner? Hmm.. terserah Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H