Lihat ke Halaman Asli

Mohon Perhatian Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, dan DPR

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kemana pejabat-pejabat yang saya sebutkan di atas sekarang. Rakyat pengguna jasa kereta api Jabodetabek sedang keleleran menghadapi sikap sepihak dari manejemen kereta api yang amburadul. Sejak dimulainya uji coba rute baru yang bernama loop line para pengguna kereta api sangat menderita. Saya tak habis pikir kenapa para pengambil keputusan di jajaran PT KAI/KCJ tidak pernah memikirkan bagaimana menderitanya para konsumen kereta api dengan kebijakan baru tersebut.

Bagaimana logikanya KRL (Kereta Rel Listrik) yang sudah berjalan relatif bagus tiba-tiba diganti dengan pola baru yang memutar-mutar. Kereta dari Stasiun Bogor sebelumnya hanya menuju pemberhentian akhir stasiun Jakarta Kota atau Stasiun Tanah Abang tiba-tiba harus berubah dan terkesan sangat dipaksakan. Tadinya lebih banyak KRL yang menuju Jakarta Kota baik ekonomi ataupun AC kini berubah lebih banyak ke Stasiun Tanah Abang dan memutar ke Stasiun Duri, Kampung Bandan, Pasar Senen dan pemberhentian terakhir Stasiun Jatinegara. Apakah mereka yang ingin ke Jatinegara mau menggunakan kereta yang harus memutar-mutar dulu seperti itu? Rasanya tidak mungkin karena mereka sedang mengejar waktu bukan sedang naik kereta wisata.

Saya mencermati bahwa BUMN ini (PT KAI) sangat "rakus dan zhalim" dalam mengelola transportasi massal ini. Mungkin karena tidak ada kompetitor mereka seenaknya mengganti-ganti jadwal tanpa melalui survey dan analisa yang matang. Banyak sekali pengguna kereta yang sangat dikecewakan oleh layanan PT KAI. Contoh rakusnya perusahaan ini adalah memakai tenaga outsourching yang untuk tenaga operator di lapangan. Dengan keuntungan yang maksimal mereka hanya mengeluarkan sangat minim untuk gaji para tenaga operator tersebut. Dari mulai penjual karcis, penjaga pintu stasiun, kondektur, semuanya adalah tenaga outsourching yang hanya mendapat bayaran bulanan tanpa ada kejelasan karir masa depannya. Akibatnya mereka tidak maksimal dalam bekerja. Saya sering menjadi korban dari ketidak akuratan para petugas di lapangan. Misalnya penjual karcis menginformasikan kedatangan kereta yang salah kepada saya. Ada juga penjual karcis yang mencoba 'mencuri' ketika harus memberikan uang kembalian para pembeli karcis yang tergesa-gesa.

Prilaku lain adalah kezholiman PT KAI. Sekarang perusahaan ini berusaha 100% profit oriented tanpa mempertimbangkan social oriented. Satu persatu kereta ekonomi dihapuskan perlahan-lahan diganti dengan kereta-kereta AC (kadang ACnyapun tidak berjalan hanya kipas angin biasa). Bayangkan para petugas cleaning service, office boy, penjaga toko, pedagang kecil yang berasal dari Depok dan Bogor dan bekerja di Jakarta harus membeli karcis yang cukup mahal (karcis KRL ekonomi : Rp.2000 sedangkan KRL AC : 7000). Dengan gaji standar UMR di Jakarta silakan Anda bayangkan berapa pengeluaran mereka untuk transportasi sehari-hari. Dengan visi profit oriented itu pula PT KAI berusaha menggusur para pedagang di peron-peron tunggu yang sudah berjualan puluhan tahun. Padahal penumpang yang menunggu kereta cukup lama ingin makan dan minum sekedar untuk mengisi perut mereka. Apa salah mereka harus digusur? Jika soal kebersihan dan ketertiban berikan aturan dan sanksi yang tegas, bukan "melenyapkan" sumber nafkah mereka. Saya semakin yakin bahwa BUMN ini "rakus" dengan keuntungan dengan melihat beberapa mini mart yang hadir di stasiun-stasiun yang ramai. Kasihan rakyat, pasar tradisional tergusur oleh mal-mal, sekarang merekapun tergusur oleh mart-mart.

Salah seorang teman  SMP saya adalah seorang kepala stasiun yang cukup senior. Dia pernah menjabat kepala stasiun di beberapa stasiun jurusan Bogor dan Tangerang. Teman-teman SMP saya yang lain yang bergabung dalam grup BBM sering komplain kepadanya soal layanan KRL yang amburadul itu. Jawabannya adalah : "kita (maksudnya PT. KAI/KCJ) hanya operator sedang regulatornya adalah pemerintah, jadi kita ngikutin apa kata pemerintah,". Hmm, saya semakin yakin bahwa pemerintah tidak punya kemauan kuat untuk membenahi transportasi publik. Jika angkutan publik itu bagus otomatis pengguna mobil atau motor pribadi akan berkurang secara signifikan. Pemerintah tak perlu lagi mengeluh soal subsidi BBM yang membekak. Pak Dahlan Iskan tentu mengerti benar bahwa semua BUMN itu harus untung, apakah itu PT KAI, Pertamina atau yang lain. Tapi keuntungan untuk siapa?

Ribut-ribut soal rute baru KRL yang menyengsarakan rakyat saya tidak melihat respon yang cukup cepat dari menteri perhubungan, menteri BUMN dan anggota DPR yang membidangi sektor transportasi. Mungkin mereka tidak pernah merasakan betapa sengsaranya menjadi rakyat. Saya hanya melihat seorang yang namanya cukup terkenal di publik yang telah menjadi pelanggan kereta api sejak tahun 2004 (kalau saya tidak salah). Dia adalah Bambang Widjayanto, salah seorang pimpinan KPK yang baru. Dia adalah pengguna KRL yang tahu bagaimana rasanya berdesak-desakan setiap hari karena dia berangkat dari rumahnya di Bogor ke Jakarta dengan menggunakan jasa KRL. Silakan tanya kepada dia bagimana pelayanan PT KAI selama ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline