Lihat ke Halaman Asli

sudah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bangsa saya merasa sudah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan sekarang. Semua kejadian-kejadian membuat saya pesimis bahwa bangsa ini akan ke arah yang lebih baik. Terlalu banyak kemunafikan dan kesombongan dalam penyelenggara negara, bukan hanya eksekutif, tapi juga legislatif dan yudikatif. Sekarang diperparah lagi dengan media yang tidak fair, dan sektor olahraga yang melempem.

Sebenarnya saya termasuk kompasioner yang relatif pro pemerintah dan tidak suka melihat tulisan-tulisan yang terlalu menyudutkan pemerintah. Sampai akhirnya saya mengalami sendiri bahwa program pemerintah itu hanya bagus di teori tapi nol besar di lapangan. Ketika saya ingin menggunakan layanan jampersal karena istri saya hendak dioperasi cesar, saya diping-pong oleh rumah sakit-rumah sakit rujukan pemerintah dengan berbagai alasan. Jadi sekarang saya percaya kalau ada yang bilang : "orang miskin ga boleh sakit dan orang miskin kalau mau melahirkan harus normal," karena saya mengalaminya sendiri.

Dana pemerintah untuk memulangkan buronan sampai milyaran, untuk pilkada juga milyaran, lalu berapa alokasi anggaran untuk kesehatan rakyat. Okelah kalau memang ada, kenapa tidak sampai ke tangan yang membutuhkan? Bocor dimana? Coba teliti. Harusnya dan idealnya setiap warga negara itu harus mempunyai asuransi kesehatan, dan bagi yang kategori miskin negaralah yang harus menanggung asuransinya. Saya yakin bisa kalau tidak ada penyelewengan.

Kekesalan saya berikutnya adalah soal korupsi. Sudah jelas-jelas bahwa KPK sedang giat-giatnya memberantas korupsi dan melakukan pengawasan yang ketat, masih ada saja yang berani korupsi di Kemenakertrans. Terlepas siapa yang salah, siapa yang terlibat, apakah itu pinjaman atau sogokan, jelas sekali bahwa mereka sudah tidak punya malu dan takut. Malu pada rakyat dan takut pada Tuhan. Harusnya mereka hati-hati dalam bertindak karena mereka diawasi. Saya pernah kirim tulisan di kompasiana ini bahwa THR itu tidak dianggarkan, jadi pinter-pinternya instansi menysiasati dana THR. Jadi saya khawatir banyak orang yang mendapat THR dari duit yang tidak jelas asal-usulnya. Dan jika dugaan saya benar, telah terjadi massive coruption di negeri ini.

Yang terakhir kekesalan saya soal timnas. Saya pernah kirim tulisan di forum ini bahwa PSSI akan menyesal memecat Alferd Riedl hanya karena alasan yang dibuat-buat. Dimana-mana seorang pelatih itu dipecat karena kegagalannya membawa timnya menjadi juara, bukan soal remeh-temeh seperti dokumen dan semacamnya. Ingat ketua PSSI harus bertanggung jawab memilih pelatih secara mendadak tanpa meminta pendapat publik. Lalu apa tujuannya kompetisi yang ketat dan melelahkan kalau tidak bisa meningkatkan prestasi di dunia internasional. Jangan salahkan pemain, tapi salahkan pelatih dan pengurus PSSI karena mereka mempunyai otoritas penuh memilih pemain dan menerapkan taktik dan setrategi yang tepat. Sampai kapan kita terus bermimpi tim kita akan tampil di Piala Dunia? Kalau sektor lain sudah parah, tapi sepakbola berjaya rakyat akan terhibur, tapi kini, apa yang bisa kita banggakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline