Lihat ke Halaman Asli

Hadian Mukhlisha Irfani

BIM and CPM Designer

Revolusi Hijau dalam Teknik Sipil: Bahan Bangunan Ramah Lingkungan sebagai Masa Depan Industri Konstruksi

Diperbarui: 19 Agustus 2024   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bangunan hijau, rumah ramah lingkungan | SHUTTERSTOCK/ANDRII YALANSKYI

Revolusi hijau dalam teknik sipil merupakan salah satu topik menarik yang sedang banyak dibicarakan dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan sektor konstruksi yang ramah lingkungan telah membawa perubahan signifikan pada bagaimana kita mendesain dan membangun infrastruktur. 

Penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan kini menjadi prioritas utama, bukan hanya untuk mengurangi jejak karbon, tetapi juga untuk mewujudkan keberlanjutan lingkungan dan sosial.

Proses urbanisasi yang cepat di berbagai negara telah meningkatkan permintaan akan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang, konsep bangunan hijau atau green building sudah sejak lama diadopsi dalam kebijakan pembangunan mereka. Salah satu contoh adalah penggunaan beton hijau, yang memiliki kandungan emisi CO2 lebih rendah dibandingkan beton konvensional.

Di Eropa, penerapan standar ketat terkait efisiensi energi dan lingkungan bagi bangunan baru telah mendorong penggunaan bahan-bahan bangunan yang lebih ekologis. 

Jerman, misalnya, terkenal dengan proyek Passive House di mana bangunan didesain untuk meminimalkan penggunaan energi secara efektif. Ini semua tidak terlepas dari teknologi modern dan material inovatif yang digunakan dalam konstruksi.

Negara-negara Skandinavia, seperti: Swedia dan Denmark, juga menunjukkan komitmen kuat dalam pembangunan hijau. Kayu, sebagai material bangunan utama, digunakan secara meluas di berbagai proyek konstruksi di sana. 

Pengenalan dan pemanfaatan kayu yang telah melalui proses rekayasa, seperti: kayu lamina dan kayu lapis, memungkinkan negara-negara ini untuk membangun gedung-gedung pencakar langit yang lebih ramah lingkungan.

Di sisi lain, teknologi green roof atau atap hijau juga telah banyak diadopsi di berbagai wilayah perkotaan di Asia, khususnya di Singapura dan Jepang. Atap hijau tidak hanya berfungsi sebagai area penyerapan CO2, tetapi juga membantu dalam mengurangi suhu udara di sekitar bangunan dan meningkatkan keanekaragaman hayati di tengah kota.

Mengalihkan pandangan ke Indonesia, revolusi hijau dalam teknik sipil masih berada dalam fase perkembangan. Meskipun sudah ada beberapa inisiatif dan proyek yang mempromosikan pembangunan hijau, tantangan seperti kurangnya kesadaran publik dan biaya tinggi masih menjadi hambatan. Namun demikian, sejumlah gedung komersial dan residensial di kota-kota besar seperti: Jakarta dan Surabaya sudah mulai mengadopsi konsep green building.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah menetapkan beberapa regulasi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline