Lihat ke Halaman Asli

Cara Menghentikan Daya Rusak Batubara adalah Membiarkan Batubara dalam Perut Bumi

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1293608122367015710

[caption id="attachment_82363" align="alignleft" width="300" caption="Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Batubara."][/caption] Salah satu Daya Rusak Tambang Batubara berdasarkan catatan WALHI Sumsel pada Tahun 2010 adalah Pencemaran terhadap Sungai sungai yang ada di Sumatera selatan, sedikitnya terjadi 4 kali pencemaran oleh perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim dan Lahat. Adapun sungai sungai yang tercemar tersebut adalah Sungai enim di Muara Enim, Sungai Lematang di Lahat dan Sungai Musi di Palembang. dan sampai saat ini sungai sungai yang tercemar tersebut belum juga di pulihkan. Selain dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan batubara yang telah saya sebutkan diatas, Seperti yang sudah saya tuliskan pada tulisan sebelumnya, Tambang Batubara pun yang dalam hal ini sistem pengangkutannya pun, mengancam Transportasi Umum Kereta Api yang ada di Sumatera selatan, yang menghubungkan Lubuk Linggau  - Palembang (260 Km). Setiap harinya jalur ini dilewati oleh 8 Buah Kereta api yang hilir mudik mengangkut 40 Gerbong batubara dari Wilayah Kuasa Pertambangan (KP) PT. Bukit Asam yang ada di tanjung Enim. Sedangkan untuk jalur Tanjung Enim - Tarahan Lampung (420 KM), setiap hari Rel ini di lewati oleh 14 buah kereta Babaranjang (Batubara Rangkaian panjang) yang hilir mudik dengan 40 gerbong berisi Batubara dengan muatan pergerbongnya 40 Ton, yang sangat tidak berbanding dengan kereta pengangkut Penumpang, setiap harinya hanya berangkat 2 Kali sehari (Pagi Kereta Ekonomi - Malam eksekutif dan bisnis) yang masing masing setiap berangkat mengangkut sekitar 600 Orang penumpang. Dampak atau Daya rusak dari intensifnya aktifitas pengangkutan batubara Tanjung Enim - Palembang - Tarahan lampung, setiap harinya kereta penumpang mengalami keterlambatan jadwal sampai di Tujuan 3-5 Jam dikarenakan, harus menunggu kereta Babaranjang lewat ( baca: PT.KAI lebih mengutamakan angkutan Batubara dari keselamatan Penumpang). Selain itu juga setidaknya selama tahun 2010, telah terjadi sedikitnya 2 kali kecelakaan kereta api pengangkut Batubara (baca;anjlok) yang terjadi pada bulan Januari di Km 333+34 di Basmen Penimur, Desa Lubuk Raman, Kecamatan Rambang Dangku, Muara Enim dan pada bulan Desember di Stasiun Blambanganumpu, Waykanan lampung. Anjloknya kereta Babaranjang tersebut telah menyebabkan 3 ribu orang penumpang kereta Api Ekonomi, eksekutif dan bisnis yang berangkat pada Pagi dan malam hari dengan tujuan Palembang - Lubuk Linggau atau sebaliknya, Palembang - lampung dan sebaliknya terlantar 6-9 Jam. Fakta lainnya kerusakan akibat dari Pengangkutan Batubara ini, juga dialami di angkutan sungai, dan mengancam terputusnya Transportasi darat di Kota Palembang yang dalam hal ini Jembatan AMPERA yang merupakan satu satunya jembatan di tengah Kota Palembang yang menghubungkan wilayah Palembang seberang ilir dan seberang Ulu. Yaitu pada tahun 2008 terjadi 5 kali kejadian tongkang pengangkut Batubara yang berisis 1000 - 2000 Ton, menabrak tiang penyangga jembatan Ampera berakibat terjadinya keretakan pada tiang jembatan yang berumur setengah abad tersebut dan terancam Roboh. Banyaknya persoalan kerusakan yang ditimbulkan atas ekploitasi batubara di sumatera selatan ini ternyata tidaklah berhenti pada tahun 2010 karena di awal tahun 2011 masyarakat Sumsel disodorkan kembali berita oleh salah satu media cetak lokal, tentang Kerusakan Jalan Negara sepanjang 230 Km yang menghubungkan Lahat-Muara Enim-Prabumulih- Ogan Ilir- Palembang, akibat aktifitas truk pengangkut Batubara dari Kabupaten Lahat dan Muara enim menuju lokasi penampungan (Cockpile) di Dermaga Kertapati, Dermaga Zikon Plaju Palembang dan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Berdampak terjadinya kemacetan, sehingga dalam Pengamatan saya, dahulunya sebelum dilakukannya Eksploitasi Batubara di Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muara enim oleh PT. Bara Alam Utama, PT. Batubara lahat, PT. Bara Merapi Energi, PT. Satria Mayangkara Sejahtera, PT. Andalas, PT. MME, PT Bara Alam Sejahtera dan PT.Muara Alam Sejahtera , jarak tempuh 2 kota ini dengan kecepatan rata rata 60 Km/jam hanya memerlukan waktu 3 - 4 jam tapi kini dengan kondisi jalan yang rusak setidaknya membutuhkan waktu 5 - 6 Jam. Fakta diatas semakin menguatkan kita semua (Minimal saya pribadi ) bahwa Pertambangan Batubara sangatlah lekat dengan DAYA RUSAK sehingga saya sebagai masyarakat Indonesia asli (dibuktikan dengan KTP WNI) tanpa hentinya kembali menginggatkan dan meminta kepada pemerintah dibawah Pimpinan Pak Beye dan juga Pemerintah daerah Sumsel yang dipimpin oleh Pak Alex Noerdin yang merupakan pelayan dan pelindung  kami. Bahwa satu satunya cara untuk menghindari dan menghentikan Kerusakan Lingkungan sosial, Budaya, dan ekonomi rakyat akibat pertambangan Batubara. bukanlah dengan membuat Rel Khusus Batubara (270 Km) dari Tanjung Enim Kabupaten Muara enim ke Dermaga Tanjung Lago (Tanjung Api Api) kabupaten Banyuasin ataupun juga membuat jalan Darat Angkutan khusus Batubara. Cara Untuk menghentikan semua Daya Rusak dan Kerusakan Pertambangan Batubara adalah membiarkan Batubara tetap dalam perut Bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline