Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Mengantar Anak ke Sekolah dan Ancaman Tukang Ngebut di Pagi Hari

Diperbarui: 27 September 2021   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret ruas jalan di Sidoarjo yang padat kendaraan di pagi hari/Foto: https://radarsidoarjo.jawapos.com/

Dilaksanakannya pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah membuat saya kembali menjalani tugas sebagai ayah di pagi hari. Tugas mengantar dua anak ke sekolah.

Tentu saja, itu tugas yang menyenangkan. Sampeyan (Anda) yang melakukan tugas serupa, pasti akan mengiyakan.

Melihat mereka kembali memakai seragam sekolah dan bersepatu setelah 1,5 tahun belajar dari rumah. Lantas, mendengar mereka berucap "kakak adik sekolah dulu ya Yah" usai mencium tangan. Lalu memandangi mereka ketika masuk ke halaman sekolahnya.

Itu momen yang eman alias sayang bila dilewatkan. Apalagi, untuk kali ini, tugas mengantar anak ke sekolah itu tidak perlu dikejar waktu. Tebih tenang dibanding sebelumnya.

Empat tahun silam, saya pernah dibayangi rasa was-was ketika mengantar mereka ke sekolahnya. Maklum, usai mengantar, saya langsung berangkat ke tempat kerja di Surabaya.

Kala itu, butuh waktu sekitar 50 menit dari Sidoarjo. Terlebih bila jalanan pas macet parah. Ada rasa cemas bila terlambat karena ada konsekuensi yang ditanggung. Karenanya, saya berangkat lebih pagi.

Kini, karena bekerja memberesi pekerjaan menulis dari rumah, saya bisa lebih rileks ketika mengantar mereka ke sekolah. Tak ada lagi rasa cemas bakal telat ngantor. Mengantarnya pun bisa pakai kaos oblong. Santai.

Para tukang ngebut di pagi hari

Masalahnya, kecemasan saya kini berubah wujud. Bukan lagi cemas telat datang ke kantor. Tapi cemas dengan perilaku para pengguna jalan di pagi hari.

Entah kenapa, di pagi hari, di jalanan sekitaran tempat tinggal saya--entah di tempat lain apakah juga sama, ada banyak orang yang mendadak jadi tukang ngebut. Bukan hanya bapak-bapak dan mas-mas. Tapi juga ibu-ibu dan mbak-mbak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline