Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Adu Pengaruh, Baliho yang Diam dan Media Sosial yang "Bisa Bicara"

Diperbarui: 17 Agustus 2021   17:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baliho petinggi partai politik yang kini mulai marak. Baliho menjadi media mendongkrak popularitas./Foto detik.com/istimewa/rm.id

Tidak sulit untuk mengomentari baliho yang memajang wajah politisi yang kini mulai bertebaran dipasang di tepi jalan.

Kita bisa beropini dari banyak sudut pandang (angle) perihal baliho-baliho politik itu. Seperti beragam opini warganet yang berkelindan di kolom komentar media sosial.

Silahkan, mau dimulai dari angle yang mana?

Kita bisa menyebut baliho politisi itu sebagai marketing usang. Ketinggalan zaman. Jadul.

Lha wong zaman sudah serba digital kok masih pakai baliho yang dipasang di pinggir jalan. Bukankah kini ada kanal Youtube dan media sosial seperti Instagram ataupun Facebook untuk mendongkrak popularitas?

Sampeyan (Anda) juga bisa menyebut baliho para politisi itu sebagai cerminan kurang peka di situasi sulit seperti sekarang. Masyarakat banyak yang kesusahan kok malah tebar pesona.

Daripada menghamburkan duit untuk beriklan politik, akan lebih baik bila alokasi anggaran untuk baliho itu dipakai untuk membantu masyarakat yang ekonominya terdampak pandemi. Bukankah Itu lebih elegan untuk mendapatkan simpati masyarakat.

Kita juga bisa mengulik baliho tersebut dari sudut pandang gaya politisi itu dalam mengenalkan dirinya.

Dari jargon yang dipakai seperti "Kepak Sayap Kebhinekaan", "Kerja untuk Indonesia", hingga "Padamu Negeri Kami Berbakti". Hingga wajah semringah, senyum merekah, serta tangan yang mengepal tanda optimisme.

Baliho, namaya juga usaha

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline