PAGI tadi, di minimarket dekat rumah, niatan saya membeli token listrik, di sela oleh pemandangan yang jarang saya lihat. Ada sekitar delapan anak kecil berbarengan memasuki minimarket. Dari postur dan wajahnya, mereka kelihatan masih anak-anak SD.
Awalnya saya berpikir, mereka ingin memakai duit hasil 'salam tempel' Lebaran untuk jajan. Dan memang, sekitar satu dua anak terlihat sibuk memilih es krim ataupun susu kemasan di lemari pendingin.
Namun, mereka lebih banyak berdiri di area kasir. Mengantre di belakang saya. Lantas, saya baru tahu ternyata mereka ingin melakukan top up game online.
Saya lantas teringat dengan kabar viral pada akhir pekan kemarin. Ketika ada anak SD mengisi voucher atau top up game online sebesar Rp 800 ribu ke kasir xxxxmaret sehingga membuat orang tuanya memarahi pekerja minimarket itu. Kabar terakhir, kasus itu berakhir maaf. Damai.
Usai Lebaran, anak-anak rupanya sedang demam top up game online itu. Meski, bocah-bocah yang saya temui itu sepertinya tidak mengisi voucher sebanyak itu.
Saya mendadak ingin menuliskan aktivitas anak-anak yang saya lihat di minimarket itu ketika tersadar bahwa hari ini tanggal 17 Mei. Momen Hari Buku Nasional.
Saya jadi penasaran, apakah anak-anak di minimaret itu masih mengenal buku?
Saya penasaran, apakah anak-anak kampung itu masih mau membaca buku?
Saya juga penasaran, buku apa yang kiranya mereka gemari?
Atau malah, tiga jawaban dari pertanyaan itu mengerucut pada satu poin. Bahwa, yang mereka kenal sekarang bukan lagi buku.
Kini, yang mereka kenal, mereka baca, dan mereka nikmati berlama-lama hanyalah gadget. Si gawai pintar. Kini, yang mereka sentuh bukan lagi halaman buku. Tapi, layar gawai.