Setiap orang ada masanya. Setiap masa ada orangnya.
Anda mungkin pernah mendengar dua kalimat singkat tersebut. Kalimatnya sederhana. Tapi, maknanya bisa dalam.
Kalimat pertama, maknanya kira-kira, setiap orang itu punya masa jaya sendiri-sendiri. Setiap orang berbeda satu sama lain. Boleh jadi gagal sekarang, tetapi di lain waktu dia akan berhasil.
Nah, karena ada masanya, kejayaan itu tidak bertahan seterusnya. Ada periode tertentu. Bila periodenya habis, selesailah masa jayanya. Berganti dengan orang lain yang tampil menemukan masa jayanya.
Karena memang, bukan hanya setiap orang yang ada masanya. Namun, setiap masa juga ada orangnya. Bahwa, di setiap masa, ada lakon utama yang bisa berbeda-beda.
Orang yang berjaya selama masa A, belum tentu bisa kembali sukses di rentang waktu masa B dan seterusnya. Sebab, ada orang lain yang menjadi lakon baru dalam masa B tersebut.
Menariknya, makna kalimat sederhana tersebut bisa relevan untuk dibawa ke panggung apa saja. Bisa diajak naik ke panggung kekuasaan untuk mengilustrasikan suksesi kepemimpinan. Juga pas untuk mengisahkan kejayaan sebuah klub sepak bola.
Coman, lakon utama di final Liga Champions 2020
Keberhasilan tim Jerman, Bayern Munchen meraih 'piala bertelinga lebar' Liga Champions 2019/20, Senin (24/8) dini hari tadi, juga tidak lepas dari slogan "setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya" itu. Utamanya menyangkut sang penentu kemenangan Bayern.
Ya, final (masa) telah memilih 'orangnya' untuk menjadi lakon utama. Dialah Kingsley Coman, sang pencetak gol kemenangan 1-0 Bayern Munchen atas Paris Saint Germain (PSG) di Lisbon, Portugal.
Di menit ke-59, bola umpan dari Joshua Kimmich melambung di depan gawang PSG. Ada banyak pemain PSG dan Bayern berkumpul. Tentu saja dengan tujuan berbeda.