Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Hari Buku Nasional, Setop "Budaya" Minta Buku Baru Gratisan

Diperbarui: 17 Mei 2020   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Buku Nasional 17 Mei 2020, bisa menjadi momentum untuk lebih menghargai buku. Salah satu cara dengan berhenti meminta buku baru gratisan ke penulis buku/Foto: Legal Era Indonesia

Kapan kali terakhir sampean (Anda) membaca buku?

Apakah sudah tidak ingat kapan karena saking lamanya tidak lagi membaca buku. Ataukah masa pandemi yang membuat kita lebih banyak di rumah, menjadi momentum untuk 'melahap' banyak buku.

Saya tergoda untuk memunculkan pertanyaan perihal buku ini karena hari ini merupakan "ulang tahun buku". Ya, hari ini, 17 Mei, merupakan Hari Buku Nasional sekaligus bertepatan dengan berdirinya Perpustakan Nasional.

Sebenarnya, buku punya dua 'ulang tahun. Sebab, selain Hari Buku Nasional, juga ada Hari Buku sedunia (World Book and Copyright Day) yang jatuh pada 23 April.

Nah, bila  buku sudah punya ulang tahun sedunia, mengapa di tingkat nasional juga masih diperingati? Bukan tanpa sebab bila pemerintah menetapkan Hari Buku Nasional. Harapannya, ini menjadi momentum untuk menggenjot minat baca masyarakat yang masih tergolong rendah.  

Padahal, aktivitas membaca buku ini sebenarnya tidak sulit. Lha wong tinggal mengambil buku, dibuka lembar demi lembar, dibaca sampai selesai. Sederhana saja kan.

Tapi memang, bila tidak ada minat membaca, tentunya susah. Bila tidak tertarik dengan buku, dipaksa dan dirayu pun akan susah. Apalagi, buku kini punya 'pesaing' lebih seksi bernama gawai yang bisa membuat orang betah berlama-lama dengannya.

Menulis buku itu tidak mudah
Ya, membaca buku sejatinya urusan sederhana. Semua orang sejatinya bisa melakukannya. Lha wong tinggal membaca saja. Bandingkan dengan menulis buku yang rumit dan butuh waktu lama.

Menulis buku, jelas bukan urusan mudah. Sampean (Anda) harus berproses kreatif untuk menuangkan gagasan dan menuliskan cerita yang ingin disampaikan melalui berlembar-lembar halaman kertas.

Proses menulisnya butuh waktu lama. Bisa berbulan-bulan. Belum lagi proses editing naskah yang juga butuh waktu. Lalu, memikirkan siapa yang menulis di kata pengantar buku (karena namanya pengantar, tentu ditulis orang lain).

Kemudian mendesain halaman muka (cover) dan tampilan halaman belakang bukunya. Lalu mengurus ke percetakan, ada hak ciptanya. Belum lagi melobi penerbit. Hingga bila selesai, bukunya akan dipasarkan dengan cara bagaimana, online atau offline.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline