Di masa beberapa tahun lalu, muncul fenomena menarik selama Ramadan. Bahwa, bulan Ramadan menjadi momen "naik kelas" bagi iklan di televisi. Naik kelas dalam artian, tayangan iklan yang semula bagi sebagian orang dianggap kurang penting dilihat, menjadi dirindukan kemunculannya.
Itu tidak lepas dari kreativitas para produsen beberapa produk untuk membuat iklan yang khusus tayang di bulan Ramadan. Tidak sekadar dikemas menarik, tapi iklannya juga sarat pesan.
Setiap tahun, beberapa produk seperti mie instan, rokok, sarung, biskuit, dan sirup, menjadikan Ramadan sebagai kesempatan untuk berlomba membuat iklan yang paling berkesan di mata masyarakat.
Bila tujuannya agar berkesan, iklan-iklan itu berhasil. Parameternya, hingga beberapa tahun berlalu, beberapa iklan bertema Ramadan jaman dulu (jadul) yang pernah tayang di bulan puasa, masih membekas dalam ingatan.
Malah, kini, dengan kemajuan teknologi informasi, kita bisa bernostalgia menikmati kembali tayangan iklan jadul tersebut lewat channel Youtube. Termasuk sampean (Anda) yang belum pernah melihatnya, kini bisa merasakan kejayaan iklan masa lalu di bulan Ramadan.
Saya termasuk beruntung pernah menyaksikan langsung iklan-iklan Ramadan jaman dulu tersebut. Pernah merasakan menunggu dan senang bila iklannya sudah tayang.
Tiga syarat iklan televisi dibilang bagus
Nah, salah satu iklan di bulan Ramadan yang berkesan bagi saya adalah iklan Pertamina yang tayang pada tahun 2005 silam.
Kenapa iklan Pertamnina itu berkesan?
Bagi saya, sebuah iklan di televisi bisa dibilang bagus bila memenuhi tiga syarat. Pertama, gambar (visual) iklannya bercerita. Slide demi slide gambarnya enak dilihat karena menjadi sebuah rangkaian cerita.
Kedua, kalimat iklan yang diucapkan oleh 'sang bintang iklannya' mudah dipahami. Bahasanya ringkas. Mudah diingat. Juga mengena di hati. Plus, ada iringan audio (musik) yang mendukung suasana.