Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dinyatakan bahwa sakit itu merupakan penggugur dosa seperti halnya pohon yang menggugurkan daunnya.
Adapun bunyi lengkap dari salah satu hadist terkenal tersebut:
"Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya." [HR. Bukhari dan Muslim].
Hadist tersebut tentunya untuk membesarkan hati mereka yang sedang sakit agar tidak berputus asa. Meski sakit, harus ridho dengan kondisinya dan menjalaninya dengan sabar dan tabah.
Meski begitu, bila dikaitkan dengan puasa Ramadan, semua orang rasanya ingin melewatkan hari-hari di bulan Ramadan dalam kondisi sehat. Tidak sakit.
Sebab, bila dalam kondisi sehat, kita tentu bisa lebih maksimal dalam melaksanakan ibadah Ramadan. Bukan hanya puasa, tetapi juga ibadah-ibadah lainnya. Masalahnya, sakit terkadang datang tanpa 'diundang'.
Jauh sebelum Ramadan datang, ketika masih bulan Rajab, saya sudah rajin berdoa memohon agar sekeluarga bisa berjumpa Ramadan dalam kondisi sehat bugar. Yang terjadi, sehari sebelum Ramadan, 'penyakit' saya sebagai tukang menulis, justru kambuh.
Bekerja menulis dengan tagihan deadline mingguan dan bulanan (dan target menulis harian di Kompasiana) sehingga acapkali lembur hingga tengah malam di depan laptop untuk memberesi tulisan, plus umur yang terus bertambah, membuat saya terkadang merasakan pusing.
Pusing karena gejala anemia alias kurang darah. Pusing imbas begadang sambil berpikir. Plus area di sekitar mata mendadak jadi berat. Bila sudah begitu, badan jadi tidak asyik untuk diajak beraktivitas seperti biasa.
Kata istri, saya mungkin mengalami stress dadakan yang mendadak muncul karena tuntutan harus menyelesaikan beberapa pekerjaan menulis dalam waktu hampir berbarengan.
Jurus sehat meredakan "penyakit menulis"