Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Southampton, "Cermin" bagi Sepak Bola Kita

Diperbarui: 31 Oktober 2019   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemain Southampton tertunduk usai kalah 0-9 dari Leicester di kandang sendiri di Liga Inggris akhir pekan kemarin/Foto: https://hotcelebrityreviews.com

Pekan ke-10 Liga Inggris musim 2019/20 yang berlangsung akhir pekan kemarin, menjadi periode menyedihkan bagi suporter Southampton. Mereka sedih. Kecewa. Malu. Fans Southampton terpukul dengan hasil buruk yang diraih tim pujaan mereka.

Awalnya, sebanyak 28.762 fans Southampton yang datang langsung ke St.Mary Stadium, berharap tim kebanggaan mereka akan meraih kemenangan saat menyambut sang tamu, Leicester City.

Mereka berharap Danny Ings dan kawan-kawannya akan tampil habi-habisan untuk menang, demi menjauhkan Southampton dari zona degradasi. Maklum, The Saints---julukan Southampton, tengah dalam situasi gawat. Mereka kini ada di "zona merah". Di posisi 18. Posisi yang merupakan area degradasi.

Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan semua orang yang ada di stadion. Southampton ternyata kalah di rumahnya sendiri. Bahkan, tidak hanya kalah. Southampton dipermalukan Leicester. Gawang mereka jebol sembilan kali. Ya, mereka kalah 0-9 di kandang sendiri!

Skor 0-9 untuk kemenangan tim tamu itu menjadi rekor kekalahan terbesar bagi tim tuan rumah dalam sejarah Liga Inggris yang merupakan salah satu liga tertua di dunia.

Memang, Manchester United juga pernah menang 9-0 atas tamunya, Ispwich pada 1995 lalu. Namun, untuk tim tuan rumah yang kalah separah ini, baru Southampton yang mengalaminya dalam 131 tahun usia Liga Inggris.

Lalu, bagaimana suporter Southampton merespons kekalahan yang bikin hati ambyar itu? Apakah mereka membikin ulah di dalam stadion selepas laga usai?

Siapa sih suporter yang tidak kecewa ketika timnya dibantai di rumahnya sendiri. Bukan hanya kecewa karena mereka sudah mengeluarkan duit untuk membeli tiket guna masuk ke stadion dan menonton laga. Beberapa dari mereka juga pengguna tiket terusan. Mereka kecewa karena rasa kebanggaan kepada tim yang mendadak terkoyak.

Toh, meski kecewa dan marah, mereka masih bisa mengendalikan diri. Tidak kebablasan. Marah dan kecewanya mereka hanya dilampiaskan dengan meninggalkan tribun sebelum pertandingan usai. Di Inggris sana, itu cara suporter untuk menghukum pemain dan klub ketika meraih hasil buruk.

Lalu, apakah mereka (klub Southampton) menuding wasit telah men-dzholimi mereka karena harus bermain dengan 10 pemain sejak menit ke-12 usai Ryan Bertrand di kartu merah?

Untuk tahu jawaban-jawaban dari pertanyaaan penasaran ini, saya tertarik melacak bagaimana komentar pelatih Southampton, Ralph Hasenhuttl seusai laga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline