Sejak awal Ramadan hingga puasa memasuki hari ke-21 hari ini, sampean (Anda) mungkin pernah atau bahkan sering mendengarkan tausiyah ustadz perihal "orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa selain hanya merasakan lapar dan haus", baik dalam kultum ketika jelang sholat tarawih ataupun khotbah Jumat. Apa maksudnya?
Bahwa tidak sedikit orang yang memaknai puasa sekadar menahan lapar dan haus ataupun tidak berhubungan suami istri ketika waktu berpuasa. Ada banyak dari kita yang mengetahui tentang hal-hal yang bisa membatalkan puasa dan kita sadar untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Namun, belum semua dari kita yang berpuasa, bisa memaknai puasa sebagai momentum untuk mengendalikan perilaku.
Padahal, kita tentunya tidak ingin, berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa selain hanya merasakan lapar dan haus. Amat disayangkan bila seharian puasa tetapi justru tidak mendapatkan esensi ibadahnya.
Disinilah pentingnya agar kita belajar untuk "menyayangi puasa". Menyayangi puasa, saya maknai sebagai ikhtiar untuk menjaga puasa kita agar tidak sia-sia. Dan seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Untuk bisa menyayangi puasa, kita perlu mengetahui apa saja yang bisa menghapus pahala puasa sehingga kita tidak tergoda melakukannya.
Sekadar meneruskan pesan dalam khotbah Jumat dua hari lalu, ada di empat hal yang bisa menghanguskan pahala puasa selayaknya api yang membakar rumput kering. Dari empat hal tersebut, tiga diantaranya bersumber dari mulut kita.
Yakni menggunjing atau membicarakan orang lain alias ghibah, menciptakan permusuhan (marah) dan menebar kebencian, serta menyampaikan sumpah palsu alias berbohong. Satu lainnya bersumber dari mata. Yakni memandang yang menyebabkan nafsu.
Ya, tiga hal penghapus pahala puasa bersumber dari mulut. Itu menandakan betapa bila kita ingin puasa kita benar dan berpahala, maka menjaga mulut adalah yang utama. Bahwa lebih baik diam daripada mengobrol yang bisa menjadi api yang menghanguskan pahala puasa.
Namun, menjaga lisan dan bersikap diam itu ternyata tidak mudah. Sebab, kita bukan pertapa yang seharian bersemedi sendirian. Sebaliknya, selama berpuasa, kita berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai karakter. Terkadang, tanpa sadar kita mendadak marah, mengumpat atau bahkan menyebar pesan kebencian kepada orang lain.
Nah, dari sekian aktivitas kita selama seharian, ada dua tempat yang sekiranya paling menguji kesabaran kita untuk tetap kalem dan tidak mudah marah. Dua tempat yang bila kita bisa meredam amarah dan menahan emosi untuk tidak berseteru, kita akan bisa meraih kemenangan yang sesungguhnya di akhir bulan Ramadan nanti.
Di Jalan, Kita Mudah Sekali Tersulut Emosi
Hampir setiap hari "mengukur" jalan untuk berangkat menuju tempat kerja dan kembali ke rumah, saya jadi paham betapa ada banyak orang yang mudah sekali tersulut emosinya ketika di jalan.