Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Fiksi Ramadan | Pelukan untuk Bapak di Hari Fitri

Diperbarui: 25 Mei 2019   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sepatu bola/Foto: Detik Sport

"Edan, seminggu saja gajinya Pogba segede itu. Lha mungkin sama dengan gaji bapakku selama ratusan tahun," ujar Hanif sembari membanting koran yang baru saja dia baca.

Cak Dayat, sang pemilik warung kopi, kaget demi melihat ulah bocah kelas 6 SD  berusia 12 tahun itu. "Lapo koran e kok mbok banting Nif (ada apa korannya kok kamu banting)," katanya.

"Iki lho cak, gemas aku. Paul Pogba, pemain Mancheste United iku lho, masak seminggu gajinya 4,5 miliar. Duit e segitu dipakai beli sepatu bola dapat berapa coba," sambung Hanif.

"Ya, jadi pemain bola top memang enak Nif. Terkenal lan gaji nya gedhe, mau apa saja bisa," sergah Cak Dayat. 


Hanif bukan pengunjung satu-satunya di warung kopi Cak Dayat. Di malam-malam bulan Ramadan seperti ini, warung kopi Cak Dayat yang berada persis di seberang jalan, memang pada pengunjung. Rata-rata usia mereka belasan tahun seperti Hanif. Di warung kopi, palingan mereka hanya mengobrol, baca koran ataupun main game di ponsel mereka memanfaatkan wi-fi gratis di warkop.

Bagi Cak Dayat, banyaknya pengunjung itu membuatnya merasa serba salah. Di sisi lain, sebagai pedagang dirinya tentu senang karena warkopnya ramai yang tentu saja pemasukanya banyak. Namun, dia juga miris melihat anak-anak muda zaman sekarang yag lebih suka ke warung kopi dibanding tadaruz-an (membaca Alquran) di musholla ataupun masjid seperti ketika dirinya muda dulu.

"Ngomong-ngomong, kamu nggak ikut tadaruz-an di mushola Nif," tanya Cak Dayat.

"Lagi males aku Cak. Sebal aku minta dibelikan sepatu bola baru ke bapak tapi nggak pernah dituruti. Bapak memang tidak sayang sama aku," curhat Hanif.

Hanif memang lagi senang-senangnya bermain bola. Sembari menunggu waktu berbuka, dia bersama teman-temannya bermain di tanah lapang sempit yang diapit warung ayam bakar dan Puskesmas. Meski bermain bertelanjang kaki, yang penting senang.

Sejak pekan lalu, dia berniat masuk klub sepak bola di kampung tetangga. Syaratnya selain membayar uang pendaftaran, juga harus memakai sepatu bola. Masalahnya, dia tak punya sepatu bola. Dia hanya punya sepatu untuk sekolah. Meski sudah merengek ke bapaknya, tapi permintaannya tidak digubris. Marah, dia pun "puasa bicara" dengan bapaknya. Selama beberapa hari, dia tidak mau ngomong dengan bapaknya.

"Nggak boleh begitu Nif. Bagaimanapun, bapakmu itu kerja keras untuk kamu. Dia pasti punya alasan nggak mau belikan kamu sepatu bola. Asal kamu tahu, bapakmu dulu itu pemain sepak bola top lho," jelas Cak Dayat, menghibur Hanif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline