Lihat ke Halaman Asli

Hadi Santoso

TERVERIFIKASI

Penulis. Jurnalis.

Membaca "Pesan Terselip" dari Perpisahan Liliyana Natsir

Diperbarui: 29 Januari 2019   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Grid.ID

Bila harus mendefinisikan karier Liliyana Natsir dalam satu kalimat, apa yang akan sampean (Anda) tulis? 

Pastinya akan ada banyak versi kalimat menarik. Karena memang, pebulutangkis putri kelahiran Manado ini memiliki banyak sisi positif.

Namun, salah satu kalimat menarik perihal karier Liliyana, pernah disampaikan mantan Ketua Umum PBSI, Gita Wirjawan. Beberapa waktu lalu, ketika Twitter menambah batasan kicauan jadi 280 karakter, Pak Gita kurang lebih bilang begini, "Meski (Twitter) bertambah karakternya, itu masih belum cukup untuk menuliskan prestasi Butet--panggilan "Liliyana Natsir".

Benar, 280 karakter Twitter itu memang tidak akan cukup untuk menceritakan deretan panjang prestasi Liliyana. Sejak berkarier di level junior di usia 17 tahun pada tahun 2002, Liliyana telah menjadi pebulutangkis putri Indonesia yang gelarnya paling lengkap.

Mulai gelar juara Asia junior, lima kali medali emas SEA Games, dua kali juara kejuaraan Asia, tiga kali juara All England yang konon merupakan turnamen bulutangkis tertua di dunia, empat kali juara dunia, hingga raihan medali emas Olimpiade 2016 yang merupakan pencapaian tertinggi. Serta, 39 gelar turnamen BWF maupun IBF.

Liliyana Natsir, berpamitan dari lapangan bulutangkis/Foto: Twitter Badminton Ina

Nah, kemarin, Minggu, 27 Desember 2019, Liliyana akhirnya menyudahi perjalanan panjangnya di bulutangkis selama 24 tahun sejak menggeluti olahraga ini. Final Indonesia Masters 2019 menandai penampilan terakhir Liliyana bersama pasangan sehatinya di lapangan, Tontowi Ahmad.

"Waktu terlalu cepat berlalu, i will definitely miss everything," tulis Liliyana di akun Instagramnya.

Memang, mereka tak mampu juara sebagai hadiah perpisahan paling manis setelah dikalahkan juara bertahan yang juga juara dunia 2018 asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong. Toh, bukan hasil akhir final itu yang menjadi sorotan dunia.

Di akhir laga, Siwei/Yaqiong bahkan berebut perpelukan dengan Liliyana. Yaqiong malah mendapatkan jersey bertanda tangan Liliyana setelah pemain 24 tahun ini terlihat berbisik ke Liliyana seusai laga.

Bahkan, sebelum final, beberapa pasangan ganda campuran dunia seolah berebut ingin menjadi lawan Tontowi/Liliyana. Salah satunya ganda campuran Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying, lawan Owi/Butet di final Olimpiade 2016. Ulangan final Olimpiade itu pun kesampaian di babak perempat final.

Liliyana seusai menghadapi ganda Malaysia/Foto: Bola.com

Di akhir laga yang dimenangi Owi/Butet, dua ganda senior ini "mesra-mesraan" di lapangan. Malah, dalam sebuah wawancara, Chan Peng Soon menyebut laga itu tidak ubahnya sebuah "friendly". Mereka puas, bisa melawan Owi/Butet untuk kali terakhir.

Yang lebih mengharukan lagi adalah pasangan Jepang juara All England 2018, Yuta Watanabe/Arisa Higashino. Arisa merupakan fans berat Liliyana. Mereka sangat ingin bertemu Owi/Butet di final. Namun, mereka dikalahkan Siwei/Yaqiong di semifinal. Toh, harapan Arisa terobati. Di luar laga, dia mendapatkan jersey Liliyana sembari berfoto bersama idolanya itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline