VA. 80 juta. Cukup dengan menyebut dua kata kunci tersebut, kita sudah paham akan ke mana arah pembicaraan tertuju. Malah, rasanya akan sulit menemukan orang yang fakir informasi sehingga tidak mengetahui kabar prostitusi artis bernilai puluhan juta yang menggegerkan tersebut.
Sampean yang punya gawai, sampean yang tergabung dalam grup-grup WhatsApp, sepertinya sudah ikut menceburkan diri untuk tahu kabar itu. Bagaimana tidak tahu, sejak kabar itu pertama kali mencuat karena penangkapan yang dilakukan aparat, semua kawan di dunia maya baik yang kita kenal baik maupun tidak terlalu kenal, ramai-ramai membagikan informasi tersebut.
Tidak sulit untuk mengingat berita apa saja terkait kasus prostitusi ini yang ditulis media dan telah kita 'konsumsi'. Mulai dari awal penangkapan di Surabaya, pengakuan yang berbeda antara pihak polisi dan pihak artisnya, polisi yang membuka inisial dan juga menangkap laki-laki yang memesan 'jasa' tersebut, hingga informasi perihal beberapa artis yang diduga juga masuk dalam pusaraan 'bisnis' ini.
Bahkan, kabar terbaru, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Polda Jawa Timur atas pengecekan rekening koran salah satu mucikari, terungkap fakta mengejutkan. Bahwa ada satu transaksi dengan nominal mencapai Rp 2,8 miliar seperti dikutip dari news.detik.com
Malah, sampean yang masih penasaran karena mungkin tidak puas dengan hanya membaca link berita yang masuk ke grup WhatsApp, merasa butuh untuk terus tahu. Jadilah sampean berkunjung ke mesin pencari Google untuk tahu lebih banyak tentang VA.
Bila sampean masuk ke Google, cukup tulis huruf V, maka Google akan menampilkan deretan kata berawalan huruf V dan nama VA akan berada di posisi teratas (setidaknya hingga siang ini). Itu pertanda nama VA paling membuat penasaran dan paling dicari.
Nah, terlepas dari semua "kabar serius" yang berseliweran di media sosial, kasus prostitusi yang melibatkan artis ini ternyata memunculkan sisi lain yang kesannya malah jenaka. Itu terkait dengan respons sebagian warganet dalam mengomentari kejadian ini.
Sampean yang aktif ber-media sosial, sampean yang sering memantau komentar-komentar warganet di kolom komentar akun Instagram pejabat negara, tokoh politik, atlet bulutangkis Indonesia hingga artis, pastinya paham bila "masyarakat media sosial" itu sangat senang berkonflik. Lebih tepatnya gemar berkonflik kata. Perang komentar.
Tengok saja, ketika ada salah satu calon presiden memposting gambar plus narasi di akun Instagramnya, postingan yang sejatinya bagus itu malah direspons rupa-rupa oleh warganet. Mereka yang mendukung dan mereka yang berseberangan, menjadikan postingan itu bak panggung untuk berdebat. Satu komentar warganet bisa berbalas hingga ratusan komentar dari warganet lainnya.
Kalau sampean penasaran bagaimana "perang komentar" warganet tersebut, silahkan masuk ke kolom komentar di media sosial salah dua pasangan yang menjadi kandaidat capres dan cawapres. Memang, bagaimana ssi komentarnya? ya begitulah.
Belum lagi ketika ada media ternama yang kini rata-rata memiliki akun Instagram dan rajin memposting informasi sebagai bagian mendekatkan media mereka dengan generasi pengguna media sosial Bila sebuah media memberitakan perihal tokoh A yang substansinya cenderung kontroversial walaupun itu memang fakta, warganet akan dengan muda menuding media tersebut pro calon A, pendukung A dan sebagainya. Sementara warganet lainnya akan menimpali komentar tersebut. Begitulah kehidupan di media sosial.