Ada banyak orang cenderung lebih suka mendapatkan banyak dibandingkan sedikit. Kita lebih suka memiliki kawan banyak dibandingkan sedikit. Atau lebih senang memiliki materi/kekayaan banyak dibandingkan sedikit. Pun, kita lebih gembira bila mendapatkan rezeki banyak ketimbang sedikit. Pendek kata, kalau bisa mendapatkan banyak, kenapa harus sedikit.
Namun, tidak selalu keinginan mendapatkan yang banyak itu bisa terpenuhi. Karenanya, terpenting sejatinya bukan banyak atau sedikit, melainkan merasa cukup dengan apa yang diperoleh.
Di sinilah pentingnya membuat target prioritas ketika ada beberapa target yang juga menggoda untuk diambil di saat bersamaan. Selama apa yang menjadi prioritas bisa diraih, kita sejatinya tidak perlu lagi berpikir mendapatkan semua.
Nah, dalam konteks sepak bola, seorang pelatih, pemain, hingga suporter, tentunya juga ingin timnya mendapatkan banyak gelar juara dan piala di setiap musim kompetisi. Masalahnya, kenyataan terkadang jauh dari harapan.
Sebab, terkadang seorang pelatih harus dihadapkan pada pilihan pelik. Antara mengambil semuanya tetapi dengan risiko malah tidak mendapatkan sama sekali. Atau, mengorbankan satu hal demi memperbesar peluang mendapatkan incaran yang lebih besar (prioritas).
Pilihan pelik itu yang agaknya harus dipilih manajer Liverpool, Juergen Klopp, Selasa (8/1/2019) dini hari tadi. Ketika Liverpool akhirnya tersingkir dari putaran III Piala FA usai kalah 2-1 dari tuan rumah, Wolverhampton Wanderers.
Normalnya, siapa sih manajer yang tidak ingin memenangi trofi. Terlebih Piala FA yang merupakan turnamen tertua yang tentu saja punya histori tersendiri. Namun, bagi pelatih tim-tim besar, cerita itu hanya berlaku bila dalam situasi normal ketika pemain dalam kondisi fresh dan bebas cedera.
Hanya saja, jadwal putaran III Piala FA ini rupanya datang di saat yang tidak tepat. Ketika pemain harusnya menikmati jeda setelah tampil di empat pertandingan krusial di Liga Inggris hanya dalam dua pekan, justru mereka harus kembali tampil.
Terlebih, Liverpool tidak dinaungi keberuntungan di turnamen. Itu terlihat ketika tim-tim lain mendapat drawing relatif mudah di putaran III, semisal Manchester United bertemu Reading (tim Divisi Championship) dan Manchester City bertemu Rotherham United (tim Championship), Liverpool justru bertemu sesama tim Premier League. Terlebih, Wolves musim ini tengah tampil bagus (kini di peringkat 9 Liga Inggris) di bawah kendali pelatih asal Portugal, Nuno Espirito Santo.
Artinya, bila ingin bisa mengalahkan Wolves di kandangnya, Liverpool wajib tampil dengan kekuatan terbaik seperti ketika mereka menang di sana pada 22 Desember silam pada pekan ke-18 Liga Inggris.
Di sinilah, Klopp harus memilih. Antara tetap memainkan tim utama, ataukah memainkan pemain-pemain lapis dua dan anak-anak muda demi mengistirahatkan pemain-pemain utama. Dan setiap pilihan, tentu saja ada risikonya.