Awal Agustus 2018 lalu, Kota Surabaya mendapatkan penghargaan yang "membuat orang berpikir". Surabaya meraih predikat kota pariwisata terbaik di Indonesia yang diberikan Yokkata Wonderful Indonesia Tourism Award 2018. Surabaya bahkan mengungguli Denpasar (Bali), Bandung, Yogyakarta dan beberapa kota di Indonesia yang selama ini identik sebagai "surga wisata".Ya, penghargaan tersebut memang membuat orang berpikir. Sebab, bagaimana mungkin, Surabaya yang wilayahnya tidak dianugerahi wisata alam menawan seperti hamparan pantai indah dan pulau-pulan mungil eksotis ataupun gugusan gunung dihiasi air terjun menakjubkan seperti daerah tujuan wisata lainnya, bisa menjadi kota pariwisata terbaik.
Bisa dimaklumi bila ada yang berpendapat seperti itu. Namun, bila melihat bagaimana Surabaya 'bersolek' dalam beberapa tahun terakhir, penghargaan itu sudah sepantasnya. Surabaya seperti memberi bukti bahwa sebuah kota yang meski tidak memiliki wisata alam by given, tetap mampu menjadi destinasi wisata. Dengan segala potensinya, Surabaya kini bahkan menjelma bak miniatur Indonesia dengan segala pesona dan ke-wonderful-an nya.
Saya tidak sedang melebih-lebihkan apalagi melakukan upaya city branding. Sebagai orang yang mengikuti perkembangan Surabaya dari dulu, saya sekadar ingin berbagi cerita tentang fakta yang saya lihat. Fakta betapa Surabaya berhasil mengubah wajah kota yang dulunya gersang dan kumuh, kini jadi sedap dipandang. Bahkan, dunia pun mulai melihat Surabaya.
Ya, mengulas Surabaya adalah membahas kota yang menjadi terkenal di mata dunia karena "cara tidak biasa". Umumnya, kota di Indonesia bisa populer di dunia karena punya wisata alam memesona sehingga wisatawan mancanegara tertarik datang. Namun, untuk meyakinkan wisatawan mau datang, ternyata tidak melulu dengan iming-iming wisata alam. Ada cara lain untuk menarik turis asing datang. Cara lain inilah yang diterapkan Surabaya.
Dulu, Surabaya hanya jadi kota transit. Wisatawan asing hanya mampir di Surabaya. Lantas menghabiskan waktu ke Bromo dan destinasi wisata alam lainnya di Jawa Timur. Kini, setiap tahun, sedikitnya empat kali kapal pesiar dari Eropa singgah di Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Selama beberapa hari, puluhan bahkan ratusan penumpang kapal pesiar itu menginap di Surabaya. Menikmati segala pesona kotanya.
"Menjual" lingkungan nyaman lewat taman kota dan kampung
Lalu, apa "jualannya" Surabaya sehingga bisa menjadi tujuan kunjungan wisatawan?
Modal utama Surabaya adalah kebersihan dan keasrian kotanya. Ada puluhan taman kota yang tidak hanya sebagai penghias kota, tetapi juga menjadi ruang interaksi warga. Taman-taman itu bersih juga asri. Membuat betah siapa saja yang datang. Ditambah penataan kotanya yang nyaman berupa jalan dan pedestrian yang lebar.
Silahkan juga datang ke kampung-kampung di tengah kota seperti Kampung Maspatih, Kampung Gundih, atau Kampung Ketandan dan masih banyak kampung lainnya yang tetap eksis di tengah himpitan gedung-gedung bertingkat. Kampung-kampung itu bersih dan asri. Bahkan, warga nya mampu memilah sampah secara mandiri. Melihat kampung-kampung ini, kita bak menemukan "surga terselip" di tengah sesak modernitas kota.
Eksotisme taman kota dan kampung serta keramahan warganya itulah yang "dijual" Surabaya kepada tamu mancanegara yang datang. Di sela seringnya agenda formal yang digelar di Surabaya, tamu-tamu mancanegara itu diajak ke kampung-kampung lingkungan dan merasakan keramahan warga dalam menyambut mereka.
Kampung-kampung yang bersih, taman-taman kota yang asri, kekayaan sosial budaya melalui kearifan lokal yang berpadu keramahan warga itulah yang menjadi pesona Surabaya. Pesona itu bahkan telah mendunia karena promosi, tulisan maupun tersiar dari mulut ke mulut.
Tak hanya kampung dan taman kota, Surabaya juga memiliki pasar-pasar tradisional berusia tua seperti Pasar Pabean, bangunan-bangunan bersejarah yang tetap berdiri kokoh hingga kini yang bisa menjadi wisata heritage. Juga kawasan Ampel yang menawarkan wisata religi. Serta wisata lingkungan di hutan mangrove Wonorejo. Singkat kata, Surabaya itu kaya pesona.