TULUNGAGUNG – Sebagai orang awam, mengetahui bagaimana keseharian penderitaMulti-drug-resistant tuberculosis (MDR-TB) adalah sebuah pengalaman dan ilmu, apalagidi Indoensia nomor dua penderita TB setelah India. Dimana saat ini, berdasarkan data dari Dinkes, delapan orang menderita MDR-TB. Namun, dari delapan orang tersebut, masih lima yang menjalani pengobatan, sisanya diketahui belum menjalani pengobatan.Dengan usia beragam mulai dari 12 tahun hingga 60 tahun dan mayoritas dialami oleh perempuan.
Seorang mantan penderita MDR-TB,Wahyu Hidayat, warga Desa Kuningan, Kecamatan Kanigoro, Kota Blitar, kini menjadikan Tulungagung sebagai rumah keduanya. Sebab, dirinya merupakan penguat bahkan penyemangat penderita MDR-TB di Tulungagung supaya terus minum obat yang kini delapan penderita tersebut kesemuanya belum mengalami kesembuhan. Dalam seminggu kurang lebih tiga kali Wahyu berkunjung kesetiap penderita.
Saat ditemui, Wahyu-sapaan akrabnya ini menceritakan bagaimana kesengsaraan seorang penderita MDR-TB. Dirinya yang kini divonis sembuh MDR-TB oleh dokter, 14 tahun yang lalu menderita Tuberculosis (TB). Divonis TB kebal obat sejak 2012 akibat menghentikan pengobatan secara sepihak dan dinyatakan sembuh 2014 dengan total pengobatan selama 21 bulan. Menjalani pengobatan MDR-TB selama 21 bulan. Enam bulan pertama harus disuntik setiap hari beserta minum obat sebanyak 16 butir sekaligus. Sehingga terjadi kekambuhan beberapa tahun kemudian, dan saya Jumlah obat yang diminum tergantung parah tidaknya, berat badan, dan itu tidak sama. akan dianalisa oleh tim ahli klinik.
“Menderita TB lini pertama yang pengobatannya selama enam bulan sejak 2002 lalu. Secara sepihak saya memutuskan untuk tidak saya teruskan sampai enam bulan. Kemudian kambuh dan saya dinyatakan mengidap tuberculosis kebal obat atau istilahnya tuberculosis resisten obat,”kata Wahyu
Cara pengobatannyapun lebih lama, dengan efek samping yang luar biasa. Setap hari, kata Wahyu, penderita MDR-TB harus merasakan pusing, mual, muntah, gangguan kulit seperti gata-gatal, asam urat tinggi, dan pendengaran menjadi berkurang. Pengobatan juga berpengaruh pada psikis mental. Tekanan psikis yang dirasakan oleh penderita MDR-TB diakibatkan perubahan-perubahan kebisaan, yang mana dulu bisa dengan bebas ke mana-mana, bisa bersosialisasi dengan masyarakat sekeliling, setelah menderita MDR-TB setiap hari harus ke puskesmas untuk suntik dan minum obat “Saya pernah mengalami halusinasi pada pengobatan sekitar dua hingga tiga bulan. Juga pernah mengalami depresi karena efek samping obat dan juga karena tekanan,”katanya.
Selama minum obat, TB biasa pengawasan cukup dari pihak keluarga, namun jika sudah MDR-TB setiap hari harus ke puskesmas, minum obat dihadapan petugas. Untuk menghindari obat tersebut dibuang oleh penderita.
“Karena itu harus beriringan, setelah disuntik harus minum obat. Tidak boleh ada jeda waktu yang lama. Suntuk selama enam bulan setiap hari, setelah enam bulan saya teruskan dengan cara minum obat selama 21 bulan. Jadi itu gambaran penderita MDR-TB kesehariannya,”Jelas pria sekitar 51 tahun ini.
Efek selama minum obat yang dialami seperti halusinasi. Halusinasi muncul tidak setiap hari, namun datang secara tiba-tiba. Pada saat Wahyu dulu sedang mengalami halusinasi, dokter mengurangi dosis obat. Halusinasi yang dirasakannya yakni mendengar seseorang berbisik kepadanya.”Itu membuat takut. Dikurangi dosis itu jenis obat tertentu dikurangi. Setelah stabil, dosisnya dikembalikan,”ujarnya.
Tidak hanya itu, kemungkinan besar penderita MDR-TB mengalami depresi karena tekanan. Setiap hari harus mengkonsumsi obat dan itu membuat psikis tertekan. Bahkan ada dorongan untuk bunuh diri, kata Wahyu, karena putus asa. Suntikan yang diterima juga ada efek yakni ke telinga, kebanyakan tingkat pendengaran akan berkurang. “Tidak bisa menghindar, jika putus obat tidak sembuh, maka hanya satu yakni minum obat, dengan bermacam-macam efek samping dari ringan ke yang berat,”ungkapnya.
Dampaknya juga meluas tidak hanya sosial psikologis namun hingga ke ekonomi. Bahkan mengakibatkan penderita cenderung tertutup terhadap lingkungan.“Yang awalnya bisa bekerja penuh, akhirnya berdampak pada tidak bisa bekerja. Ini hal sama untuk setiap penderita,”imbuhnya.
TB sendiri gejalanya batuk secara terus menerus, berdahak, malam berkeringat dengan sendirinya, berat badan turun, nafsu makan turun. Jika mengetahui itu, disarankan untuk periksa. Penularannya tergantung kekebalan tubuh setiap orang, belum tentu setiap ada orang yang bercengkrama dengan penderita akan langsung tertular. Ketika seseorang yang ditemui menderita MDR-TB, maka yang ditularkan adalah MDR, bukan TB biasa lagi. Maka pengobatan mengikuti MDR, tidak bisa diobati hanya selama enam bulan.