Lihat ke Halaman Asli

Molly Norris dan Teror Facebook

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_145873" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Facebook.com)"][/caption] MOLLY Norris, namanya kian memanas di jejaring sosial dua hari belakangan ini termasuk disitus kenamaan Facebook yang menuai protes dari berbagai kalangan akibat ulahnya ikut serta dalam event atau lomba karikatur Nabi Muhammad di Facebook. Dari situs resminya, Norris akhirnya meminta maaf kepada semua umat Muslim di dunia. Tidak hanya itu, sebagai bentuk penyesalannya, Norris juga membuat kampanye menentang group Facebook yang telah dia buat yang berjudul I joined "Against Everybody Draw Mohammed Day" on facebook. Kalau dilihat, memang penyesalan selalu datang belakangan. Sementara itu diberbagai belahan dunia, umat Islam telah melakukan berbagai aksi. Pakistan salah satunya yang mengambil langkah memblokir Facebook dan juga YouTube. Sedangkan, negera Indonesia masih saja sibuk dengan urusan pendapat/surat menyurat dan lain sebagainya. Terkait hal ini, Norris sebagai salah seorang kartunis asal AS mengakui memang menerima banyak email soal ajakan menggambar Nabi yang menurutnya hanya bercanda itu. Terhadap pihak yang marah karena Norris tidak mau meneruskan ajakan itu, sang kartunis mengatakan justru email-email yang paling berkesan dikirim oleh umat Islam, seperti yang dikutip oleh detiknews.com. Teror Facebook Dampak Facebook sebagai media yang 'netral' belakangan ini memang telah membuat berbagai kontroversi, terutama di negerinya sendiri. Bahkan berbagai kalangan menilai Facebook telah melenceng dari aturan yang ada, termasuk membuat penipuan dan juga perdagangan data-data dari penggunanya. Sementara itu, Vice President for Public Policy Facebook, Elliot Schrage, juga ikut menanggapi berbagai pertanyaan-pertanyaan seputar hak-hak privasi konsumen, dikutip dari PC World dan New York Times. Paling tidak terdapat 3 kebohongan yang dilakukan selama ini: Pertama

Saat ditanya kenapa Facebook tidak membuat semua setelan privasi di Facebook sebagai 'Opt-in' alias seluruhnya 'private' kecuali pengguna menginginkan dan mengubahnya menjadi 'public', Elliot memberikan jawaban dan argumen yang 'memukau'. "Semuanya opt-in di facebook. Bergabung ke Facebook adalah pilihan. Kita ingin agar orang-orang terus menggunakan Facebook setiap hari. Menambah informasi, mengunggah foto, memposting status baru, menyukai sebuah laman. Semuanya Opt-in. Silakan jangan berbagi informasi, bila Anda tidak nyaman." Padahal, saat bergabung ke Facebook, sebagian besar data-data pengguna baru seperti biografi, interest, postingan, friend, family, relationship, lokasi, edukasi dan banyak lagi, akan langsung terpublikasi oleh publik, karena default setting-nya adalah 'share with everyone'. Ini merupakan model 'Opt out', bukan 'Opt in'.

Kedua

Saat ditanya bagaimana bila pengguna menghapus akun Facebook mereka, Elliot mengatakan bahwa pengguna bisa melakukan penghapusan secara permanen. "Bila Anda sudah tidak mau menggunakan Facebook lagi, Anda bisa menghapus akun Anda. Penghapusan ini adalah permanen, dan akun Anda tidak akan bisa diaktifkan kembali. Saat kami memproses permintaan penghapusan akun, kami langsung menghapus seluruh informasi yang terkait dengan akun tersebut. Message dan postingan di dinding akan tetap, tapi teratribusi dengan pengguna Facebook anonymous. Konten yang dulu Anda buat, tidak bisa diakses di Facebook, dan tidak di link ke informasi pribadi Anda di manapun." Faktanya, apa yang dikatakan Elliot tidak benar. Saat hendak menghapus akun Facebook, pengguna tidak akan mendapatkan tawaran opsi untuk menghapusnya secara permanen. Yang bisa Anda lakukan cuma 'deactivate'. Tombol 'delete account' tak akan bisa dijumpai dengan mudah. Pengguna musti pergi dulu ke Help Center dan melakukan pencarian 'delete account' sehingga akan membawa Anda ke laman FAQ.

Ketiga

Elliot mengatakan bahwa keamanan pengguna Facebook terjaga. “Untuk sebuah layanan yang bertumbuh secara dramatis, kami menangani lebih dari 400 juta orang untuk berbagi miliaran kepingan konten kepada teman-teman mereka serta institusi yang mereka perhatikan. Kami pikir, rekam jejak kami untuk masalah sekuriti dan keamanan, tidak tertandingi,” kata Elliot.

Selengkapnya mengenai kebohongan tersebut bisa anda baca di Tiga Kebohongan Facebook Tentang Privasi. Tidak hanya itu, Federal Trade Commission juga mengambil kebijakan dalam masalah privasi ini terhadap Facebook, mereka juga menyebarkan isu ini dalam bentuk .pdf (bisa diunduh) yang berjudul Complaint, Request for Investigation, Injunction, and Other Relief. Walaupun banyak dari Facebooker yang mengundurkan diri dari Facebook dengan datangnya isu pelecehan agama tersebut, namun Facebook itu tidak haram, hal ini juga ditambahkan oleh Ketua MUI KH. Amidhan, MUI tidak mengharamkan Facebook karena ia hanyalah alat yang bersifat netral. "Kalau ada Facebook yang isinya tidak baik dan mengandung fitnah, ya harus ditutup," pungkas Amidhan seperti yang dilansir oleh inilah.com. Lalu, adakah jejaring sosial yang 'lebih baik' dari Facebook dari segi priviasinya? jawabannya ada, dan jejaring sosial-alternatif-tersebut adalah yang kini sudah banyak ditinggalkan orang, yakni Friendster. Selain itu, masih ada juga Bebo, Hi5, Orkut, Ning, Netlog dan masih banyak lainnya, tapi sayang kepopuleran mereka di Indonesia hanya ada sesaat dan bahkan banyak pengguna internet tidak tahu tentang keberadaan situs tersebut, terlebih pengguna yang berusia remaja (ABG, -pen) dan juga pendatang baru di dunia jejaring sosial pertemanan. Jadi, jangan berkecil hati bagi anda yang sudah 'memutuskan' hubungan dengan Facebook, masih ada jalan lain merajut pertemanan selain di Facebook. Selamat menikmati![]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline