Isu penolakan terhadap pasien BPJS Kesehatan semakin sering muncul dalam pembahasan pelayanan medis di Indonesia. Banyak pasien yang menghadapi hambatan saat berusaha mengakses perawatan kesehatan, dan penolakan tersebut dapat berdampak sangat merugikan. Dalam banyak kasus, pasien terpaksa mencari alternatif lain atau menunda pengobatan, yang berisiko memperburuk kondisi kesehatan. Masalah ini menunjukkan pentingnya perbaikan dalam sistem pelayanan kesehatan agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan akses setara terhadap perawatan yang dibutuhkan.
Penyebab Penolakan Pasien BPJS
Dikutip dari beberapa kasus, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Kuota Pasien
Salah satu alasan utama penolakan adalah kuota yang ditetapkan oleh rumah sakit. Beberapa rumah sakit membatasi jumlah pasien BPJS yang dapat dilayani dalam sehari. Hal ini menyebabkan pasien terpaksa dijadwalkan ulang atau bahkan ditolak sama sekali.
2. Kartu Nonaktif atau Tunggakan
Penolakan juga dapat terjadi jika kartu BPJS pasien dinonaktifkan oleh pemerintah atau jika pasien memiliki tunggakan pembayaran. Peserta mandiri yang belum melunasi iuran mereka tidak dapat menggunakan layanan BPJS hingga semua tunggakan dibayar.
3. Diskriminasi dalam Pelayanan
Terdapat keluhan bahwa pasien BPJS sering kali diperlakukan berbeda dibandingkan dengan pasien yang membayar secara mandiri atau menggunakan asuransi lain. Hal ini menciptakan kesan bahwa mereka didiskriminasi dalam sistem pelayanan kesehatan.
Perlindungan Hukum bagi Pasien BPJS
Pasien BPJS memiliki hak untuk menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam perundang-undangan. Apabila menghadapi penolakan dalam mendapatkan pelayanan, pasien berhak untuk mengajukan pengaduan kepada BPJS Kesehatan atau lembaga terkait yang berwenang. Selain itu, terdapat ketentuan hukum yang memberikan hak bagi pasien untuk menuntut ganti rugi apabila dirugikan akibat penolakan layanan kesehatan yang seharusnya diberikan. Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, mengatur hak-hak pasien dalam memperoleh layanan kesehatan yang memadai. Kedua undang-undang ini menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk peserta BPJS, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak diskriminatif dan sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku. Jika layanan kesehatan tidak diberikan sesuai dengan kewajiban tersebut, pasien berhak memperoleh penyelesaian melalui jalur hukum, termasuk menuntut kompensasi atas kerugian yang dialami.