Lihat ke Halaman Asli

Habibur Rahman

Pemerhati Kebudayaan

Tan Malaka: "Indak Karambia Amak Ang Ko Do"

Diperbarui: 2 September 2023   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source Image : KITLV (Tan Malaka 1922 Amsterdam, Belanda)

Judul tulisan di atas jikalau di artikan bermakna "Bukan Kelapa Ibu Mu Ini". Dahulunya kalimat tersebut pernah dilontarkan oleh Bapak Republik negeri ini kepada kolonial yang tengah menjarah kampungnya, siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Tan Malaka, seorang tokoh penting dalam lalu lintas sejarah pra kemerdekaan Indonesia, kontribusinya melalui tulisan-tulisannya menghipnotis para aktor-aktor kemerdekaan Indonesia termasuk Ir.Sukarno begitupun juga W.R. Supratman, ketika W.R Supratman telah selesai membaca habis Buku Tan, yang berjudul "Massa Actie", Supratman memasukkan kalimat "Indonesia tanah tumpah darahku" ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk "Khayal Seorang Revolusioner". Di situ Tan antara lain menulis, "Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri.... Kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya."

Di samping itu berbicara mengenai persoalan nama Tan Malaka, sebenarnya nama Tan Malaka sendiri merupakan gelar yang disematkan kepadanya, nama itu tidak lain adalah gelar adat di Kelarasan Bungo Satangkai yang diberikan kepadanya sebelum ia berangkat ke Belanda tahun 1913. Sedangkan nama aslinya ialah Ibrahim, setidaknya itu yang ditulis oleh Heru Joni Putra dalam bukunya yang berjudul "Suara Yang Lebih Keras, Catatan dari Makam Tan Malaka.

Dalam perjalanan saya beberapa waktu lalu memasuki pedalaman Kab.Lima Puluh Kota untuk mengunjungi Syekh Khatib Ilyas (100 Tahun) seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiah sepuh, tepatnya di Titian Dalam, Kec.Gunuang Omeh, Kab.Lima Puluh Kota, kami banyak berdiskusi dengan beliau, yang mana beliau mengisahkan bahwa Tan ialah sosok yang amat frontal kepada kolonial Belanda sejak masa mudanya. Pernah suatu waktu Tan diusir oleh penjajah Belanda karena ikut melihat proses pertambangan emas di Manggani sebuah daerah pertambangan emas terkemuka pada masanya di Sumatra Barat yang tak jauh dari kediaman Tan Malaka, kolonial pada saat itu entah mengapa selalu kesal apabila melihat sosok Tan Malaka. Sosoknya selalu saja dianggap sebagai pengganggu oleh kolonial.

Dibalik nama Tan Malaka yang selalu di identikkan dengan gerakan kiri, ternyata ada benarnya juga jikalau kita sandingkan dengan cerita tersebut. Ternyata sudah mendarah daging darah perlawanan di diri beliau sejak dini. Dalam pembicaraan kami dengan Syekh Khatib Ilyas, beliau menutup cerita dengan menuturkan bahwa Tan, pernah suatu waktu mengumpat dalam Bahasa Minang kepada kolonial Belanda, yang mana ketika itu kolonial Belanda tengah mengambil buah kelapa / dalam bahasa minang (karambia) milik masyarakat, beliau Tan dengan spontan berkata :

"Ndak Karambia Amak Ang Ko Do." dengan nada kesal, meskipun oleh Kolonial Belanda ini terdengar sebuah kalimat yang tak dapat dimengerti makna ataupun maksud dan tujuannya, namun bagi Tan sudah mengumpat saja telah dapat meluapkan kekesalannya pada kolonial saat itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline