Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Pencatatan Perkawinan

Diperbarui: 21 Februari 2024   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak

Pencatatan perkawinan di Indonesia merupakan proses penting yang dilakukan baik secara agama maupun sipil. Pencatatan perkawinan agama dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), sementara pencatatan perkawinan sipil dilakukan di Kantor Catatan Sipil setempat. Prosesnya melibatkan pengajuan dokumen dan persyaratan tertentu sesuai dengan hukum pernikahan yang berlaku di Indonesia. Pencatatan ini memiliki tujuan untuk memastikan keabsahan hukum dan melindungi hak serta kewajiban kedua belah pihak yang terlibat dalam pernikahan. Dengan pencatatan yang tepat, negara dapat melacak dan mengatur status perkawinan secara resmi, serta memberikan perlindungan hukum bagi pasangan yang menikah.

Pendahulu

Pencatatan perkawinan adalah proses resmi yang mencatat dan mengakui sahnya ikatan antara dua individu sebagai suami dan istri menurut hukum negara. Urgensi pencatatan perkawinan menjadi sangat penting dalam konteks sosial, agama, dan hukum. Secara sosial, pencatatan perkawinan memberikan dasar yang jelas dalam hubungan sosial dan keluarga, menghindari kebingungan atau ketidakjelasan mengenai status pasangan dalam masyarakat. Ini membantu dalam identifikasi keluarga, garis keturunan, dan memberikan kejelasan mengenai peran dan tanggung jawab dalam lingkungan sosial.

Dari sudut pandang agama, pencatatan perkawinan sering kali dianggap sebagai langkah penting dalam meneguhkan ikatan spiritual dan ritus agama. Pencatatan ini juga menjamin pengakuan resmi terhadap pernikahan di hadapan entitas keagamaan yang diikuti oleh pasangan tersebut. Selain itu, dalam beberapa agama, pencatatan perkawinan bisa menjadi syarat bagi pasangan untuk mendapatkan hak-hak dan manfaat tertentu, serta mengikuti ritus-ritus keagamaan yang berhubungan dengan pernikahan.

Di sisi hukum, pencatatan perkawinan memberikan dasar yang kuat untuk perlindungan hukum terhadap hak-hak dan kewajiban pasangan. Hal ini mencakup hak warisan, asuransi, perlindungan kesehatan, serta hak-hak dan tanggung jawab lainnya yang diatur oleh hukum pernikahan. Tanpa pencatatan yang sah, pasangan mungkin tidak memiliki akses yang sama terhadap hak-hak ini atau dapat mengalami kesulitan dalam memperoleh pengakuan resmi dari pihak berwenang. Oleh karena itu, urgensi pencatatan perkawinan tidak hanya terletak pada dimensi sosial dan agama, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan dalam ranah hukum untuk melindungi kepentingan pasangan yang bersangkutan.

Sejarah Pencatatan Perkawinan di Indonesia

Adriaan Bedner dan Stijn van Huis menjelaskan pada UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan 1: "Sebelum tahun 1974, penduduk Indonesia tunduk pada berbagai peraturan perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Namun melakukan intervensi dalam urusan keluarga hanya jika ada tekanan dari luar yang memerlukannya, misalnya dari Gereja Belanda yang menginginkan ketentuan khusus bagi semua umat Kristen di Hindia Belanda." Rincian tentang pluralitas hukum perkawinan juga dapat ditemukan di bagian umum dari penjelasan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan nomor 2:

Terhadap penduduk asli Indonesia yang beragama Islam berlaku hukum adat;

Penduduk asli Indonesia lainnya tunduk pada hukum adat;

Bagi penduduk asli Indonesia siapa yang beragama kristen tunduk pada Huwelijks Ordonatie Christen Indonesia (StbI). 1933, No.74);

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline