Lihat ke Halaman Asli

Di Ujung Senja - Berdaya Bersama Dana Desa

Diperbarui: 27 November 2017   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Ahirul Habib Padilah, S.IP., M.I.Pol

Pendamping Desa Pemberdayaan 

Kecamatan Sayan- Kabupaten Melawi

Desa Nanga Sayan, Kabupaten Melawi

Harapan-harapan tercipta, secercah cahaya kehidupan mulai menyala kembali dari asa yang sempat patah, hancur lebur entah kemana. Kehidupan kian buruk tatkala penghasilan utama masyarakat harganya ambruk. Harga karet yang merupakan hasil utama masyarakat turun drastis dari Rp. 18.000.00,- per kilogram menjadi Rp. 4000.00,- per kilogram. Desa itu adalah Desa Nanga Sayan, Kec. Sayan - Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Desa yang terletak nun jauh dipedalaman Kalimantan Barat serta jauh dari hiruk pikuknya kehidupan kota yang serba segala ada dan mewah menyertainya. Penghasilan utama masyarakatnya adalah menoreh getah karet. Roda perekonomian masyarakat Desa Nanga Sayan tertumpu dari hasil pekerjaan tersebut. Maka, tatkala harga turun masyarakat tersiksa padahal harga barang sudah terlanjur melonjak ketepian langit yang tidak ada kasian dan wajar rasanya.

Tuhan memang maha adil, tidak lama berselang dan terpuruk dalam keadaan buruk, masyarakat kembali Tuhan anugerahkan sebuah harapan dan secercah kehidupan dalam nuansa bersama lingkaran desa. Dan memang mungkin saja dana desa tidak membantu mereka secara langsung individu per individu, tapi setidaknya dengan adanya sistem swakelola dalam penggunaan dana desa masyarakat secara tidak langsung juga turut serta merasakan manfaatnya dan sudah pasti hal itu mereka lakukan dengan senang hati karena ini merupakan tindakan untuk kebermanfaatan bersama dalam ruang lingkup desa, bisa kita pinjam sebuah istilah :

"dari desa, dipilih oleh desa, dan untuk desa"

Menganalogikan dana desa yang wajib dikelola desa secara mandiri, penulis ibaratkan seperti sebuah filosofi ketika kita menanam pohon buah. Ketika kita menanam pohon buah, kita rawat, kita jaga, kita berikan perhatian yang khusus, sampai dia besar dan berbuah dengan harapan kita bisa merasakan manfaatnya dari hasil pohon tersebut yang sudah kita jaga dan rawat. Tentu hasilnya dan manfaatnya bukan kita rasakan sendiri, jika terus kita jaga dan rawat, tidak menutup kemungkinan manfaat dan hasilnya juga bisa dirasakan keturunan kita yang kelak akan mewarisi hidup dan kehidupan ini ditangannya atau generasinya.

Demikian juga dengan azas pemanfaatan dari dana desa yang kita laksanakan hari ini. Jangan sampai mengalami gagal manfaat dan gagal fungsi karena hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok diri sendiri atau :

"Aaaahh dana proyek, masuk saku tetap berlaku"

Ini merupakan penyakit dan secara tidak langsung menciptakan sistem kebodohan antar generasi dalam hal memerangi korupsi. Tidak heran jika dana desa juga banyak diisinyalir menjadi pintu masuk bagi otak bejat untuk meraup keuntungan lebih yang berakhir pada jeruji besi tak bermeja dan berkursi. Kalau sudah begini, hari ini kita dapat akibatnya yang jauh dari manfaat, dan generasi kita selanjutnya dapat dampaknya. Pada akhirnya, desa tetaplah menjadi desa yang telanjang dalam memahami segala arti perkembangan, kemajuan, dan kearifan lokal. Sehingga kata-kata ini populer kembali :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline