Lihat ke Halaman Asli

Habiburrohman

Penulis dan Editor

Keadilan Sosial Sebagai Perwujudan Kesaktian Pancasila

Diperbarui: 21 Mei 2021   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orasi Mahasiswa Labuhanbatu Selatan Habiburrohman (dokpri)

Sejarah Kesaktian Pancasila

Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 1965 memiliki sejarah yang erat dengan peristiwa kelam pada Gerakan 30 September / PKI (G 30 S/PKI) 1965. Sejarah kelam tersebut berkaitan dengan enam Perwira Tinggi dan satu Perwira Menengah TNI Angkatan Darat yang menjadi korban pembunuhan dalam Gerakan tersebut, sebagai upaya mengubah Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila menjadi berdasarkan Komunis.

Selanjutnya pada akhir 1965, diperkirakan 500 ribu hingga 1 juta anggota, underbow, dan simpatisan PKI diduga menjadi korban pembunuhan yang masih menjadi polemik sampai dengan sekarang. Maka dari dua sejarah G 30 S/PKI dan Hari Kesaktian Pancasila 1965 disebut-sebut dengan term Hari Pengkabungan Nasional.

Baca juga : Penetapan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 1965 di Balik Peristiwa G30S/PKI

Munculnya peringatan Hari Kesaktian Pancasila secara legal oleh negara kemungkinan besar disebabkan oleh gagalnya misi kaum Komunis melalui PKI untuk mengganti dasar negara Indonesia yaitu Pancasila menjasi Komunis. Karena kegagalan tersebut, selanjutnya Pancasila diinterpretasika sakti.

Pembuka

Melegalisasi Pancasila masuk dalam struktural negara pada tahun-tahun terakhir terkesan seperti berupaya merestorasi Pancasila, dengan kekhawatiran Pancasila akan tergeser oleh sistem pemersatu yang lain, maka negara secara tidak sadar telah meragukan Kesaktian Pancasila.

Yudi Latif dalam bukunya Wawasan Pancasila menulis bahwa "Pancasila kontemporer berada dalam dinamika verbalisme dan formalisme", karenanya aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara moral dan tekhnis adalah persoalan saat ini, sehingga menimbulkan benturan, ketimpangan, dan kecemburuan sosial hingga berefek pada sisi spritual, kemanusiaan, persatuan, dan juga demokrasi dalam aktualisasinya.

Baca juga : Peringatan Kesaktian Pancasila, Saktinya di Mana? Ehh, Sakitnya di Sini Ternyata

Dalam pergulatan sekarang ini perlu membaca Pancasila secara dialektik daripada doktriner, membaca secara dialektik berarti memulainya dari kondisi material yang ada (das sein) daripada berangkat dari klaim ideal (das sollen), namun tetap tanpa meninggalkan fakta empiris sebagai dasar pengetahuan Pancasila.

Yudi Latif dalam Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, Dan Aktualitas Pancasila berpendapat bahwa sila "Keadilan Sosial" (Sila ke-5) merupakan perwujudan yang paling konkret dari prinsip-prinisp Pancasila"

Sependapat dengan Kang Yudi Latif (Eks. Kepala BPIP) tersebut, Keadilan Sosial secara mengakar di seluruh stakeholder bangsa ini harus senafas dengan ke-empat Sila sebelumnya, olehnya membuat Sila-ke Lima sebagai perwujudan teraktualisasinya Pancasila.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat idonesia berarti bahwa setiap orang mendapatkan perlakuan yang sama secara keseluruhan. Namun sejauh ini, masih saja banyak isuue-issue keadilan yang belum selesai, status sosial cenderung menjadi pembeda keberpihakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline