Memahami Filsafat Hukum Positivisme
Filsafat hukum positivisme merupakan salah satu aliran pemikiran dalam hukum yang menekankan pada hukum yang tertulis dan berlaku secara formal. Hukum positif dianggap sebagai hukum yang sah dan mengikat, terlepas dari nilai moral atau keadilan yang terkandung di dalamnya.
Para penganut positivisme berpendapat bahwa tugas hukum hanyalah menerapkan aturan yang sudah ada, tanpa perlu menelaah lebih jauh mengenai asal-usul atau keadilan dari aturan tersebut.
Karakteristik Utama Positivisme Hukum
1. Hukum yang Tertulis: Hukum positif hanya berlaku jika telah dikodifikasikan dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis.
2. Kedaulatan Hukum: Hukum negara dianggap sebagai sumber hukum yang tertinggi dan mengikat semua warga negara.
3. Pemisahan Hukum dan Moral: Hukum dan moral dianggap sebagai dua hal yang terpisah. Hukum tidak harus selalu bermoral, namun harus ditaati.
4. Peran Hakim: Hakim hanya bertugas menerapkan hukum yang berlaku, bukan menciptakan
Contoh Kasus:
Kasus Nenek Minah: Kasus ini cukup terkenal di mana seorang nenek tua, Minah, divonis bersalah atas tuduhan pencurian kayu. Padahal, kayu tersebut diambilnya untuk keperluan sehari-hari karena kesulitan ekonomi.
Analisis dengan Pendekatan Positivisme Hukum:
Dalam perspektif positivisme hukum, fokus utama adalah pada aturan hukum yang tertulis dan berlaku. Hakim dalam kasus Nenek Minah berpegang pada aturan hukum yang ada, yaitu pasal tentang pencurian. Karena tindakan Nenek Minah memenuhi unsur-unsur pencurian dalam pasal tersebut, maka hakim memutuskan untuk menghukumnya.
Analisis Lebih Lanjut:
Kelebihan Pendekatan Positivisme dalam Kasus ini
Kepastian Hukum: Putusan hakim didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan tertulis, sehingga memberikan kepastian hukum.
Keadilan Formal: Proses peradilan berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, sehingga memberikan keadilan formal.
Kekurangan Pendekatan Positivisme dalam Kasus ini: