Lihat ke Halaman Asli

Habibah Bahrun Al Hamidy

Mahasiswa Program Magister Psikologi Profesi Peminatan Psikologi Pendidikan

Kritik Sistem Zonasi Tak Boleh Basi

Diperbarui: 20 Juli 2019   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Habibah Bahrun Al Hamidy, S.Psi. (Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Peminatan Pendidikan)

Masa penerimaan sekolah hampir selesai duka tak kunjung usai. Pasha (12) mengurung diri di kamar selama beberapa hari pasca diumumkan tidak lulus di SMP negeri yang diharapkannya (Kompas.com/12/07/2019). Semula ia optimis dapat diterima lantaran memiliki nilai yang cukup tinggi diantara siswa pendaftar lainnya. 

Namun, ia harus menerima kenyataan yang pahit tidak masuk dalam daftar siswa yang diterima di sekolah negeri terdekat dari rumahnya itu. Hal ini terjadi lantaran usia Pasha lebih tua tiga hari dibandingkan siswa pendaftar lain yang berjarak rumah sama dengannya. Ada pula Romi (12) tetangga rumah Pasha. 

Romi juga mengalami hal yang sama, tidak diterima di SMP negeri yang berjarak dua kilometer dari rumahnya. Hal ini terjadi lantaran jarak rumah romi kalah dekat dengan beberapa anak lainnya yang mendaftar bersamaan dengannya. 

Romi akhirnya harus menerima kenyataan pahit gagal masuk di sekolah negeri yang kemudian mengharuskannya sekolah di sekolah swasta dengan biaya yang terhitung mahal. Beberapa kasus di atas merupakan bagian kecil dari kisah anak-anak lainnya yang mengalami hal yang sama dengan Pasha dan Romi. 

Tidak sedikit anak-anak yang harus memupus harapan melanjutkan sekolah lantaran tidak dapat masuk dalam sekolah negeri di tahun ajaran baru ini. Sekolah negeri menjadi satu-satunya harapan banyak kalangan hari ini karena biaya sekolah yang relatif murah dibandingkan sekolah swasta.

Wali kota Surakarta, FX Rudi turut mengkritisi penerapan sistem zonasi yang menyebabkan banyak anak-anak terbaik di Surakarta menjadi harus bersekolah di luar Kota Surakarta. 

Sistem zonasi dinilai telah banyak memakan korban anak-anak kehilangan kesempatan sekolah di sekolah negeri terbaik hanya karena memiliki jarak rumah jauh dari sekolah negeri tujuan. Kebijakan pemberlakuan sistem zonasi membawa kekecewaan pada banyak pihak, baik siswa, guru, hingga para orang tua yang mengharap anaknya dapat memperoleh fasilitas pendidikan di negeri ini. 

Di Surabaya, sejumlah orang tua murid berdemo di depan kantor walikota Surabaya menuntut agar sistem Zonasi sekolah dihapuskan. Penerapan sistem zonasi telah menuai kritik dari banyak kalangan lantaran banyaknya kerugian yang diperoleh seiring penerapannya.

Menurut Disikpora Kabupaten Gunung Kidul DIY (Kompas.com/12/07/2019), ada 3 kriteria yang menentukan siswa diterima atau tidak yaitu pertama, prioritas jarak rumah ke seklah, kedua, adalah umur, dan ketiga adalah waktu pendaftaran. Siswa yang memiliki jarak rumah lebih dekat ke sekolah akan lebih memiliki peluang besar untuk diterima di sekolah. 

Penerapan sistem zonasi digadang-gadang dapat mewujudkan pemerataan pendidikan diberbagai wilayah di tanah air. Namun efektifkah penerapannya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline