Lihat ke Halaman Asli

Habibah Auni

Penulis lepas

Apa Salahnya Menjadi Pemalas?

Diperbarui: 4 Februari 2021   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nikmatnya rebahan ngab (Sumber: Unsplash)

Jujur, saya adalah pemalas. Tubuh saya entah mengapa, ogah digerakkan untuk bisa beraktivitas lebih. Yang saya kerap lakukan hanya berkhayal, membaca, dan menulis. Sisanya ya bermalas-malasan di atas kasur sembari menunggu mata terpejam dengan sendirinya.  

 Saya sendiri melihat diri saya sebagai suatu keanehan -- di saat orang-orang senang beraktivitas ke sana ke mari seolah energi tidak kunjung padam -- kok saya malah ogah-ogahan berlaku seperti itu. Dan hal ini sekonyong-konyong membuat diri saya insecure dan merasa kurang produktif, lantaran pikiran membandingkan diri dengan orang-orang di luar sana kerap menerjang diri saya.

Saya mengutuk kemalasan diri saya, mencoba bangkit dari kasur, setelahnya melakukan aktivitas sebagaimana "orang normal" pada umumnya. Ikut banyak kegiatan, bertemu orang-orang, dan ya....kegiatan wasting time lainnya. Awalnya, ketika melakukan hal-hal ini, semangat saya terpompa sangat; tak jarang jiwa menggebu-gebu, dan juga ketagihan untuk melakukan kegiatan produktif lainnya.

Baca juga: Apa Salahnya Menjadi Orang Biasa-Biasa Saja?

Aktivitas-aktivitas yang saya lakukan tersebut setidaknya berhasil memvalidasi diri saya sebagai orang normal yang produktif. Menaikkan derajat saya, di mana sekarang saya berhasil sejajar dengan orang-orang normal lainnya. Perkara yang didambakan saya dari dulu, agar dapat berbaur di tengah masyarakat yang sesungguhnya homogen (bagi saya).

Kok repot, ya?

"Kok ngerepotin ya" (Sumber: Unsplash)

Akan tetapi, lama-kelamaan kegiatan-kegiatan itu membuat saya kelelahan. Menurut saya pribadi, kelelahan ini diakibatkan oleh saya yang introvert, yang apabila bertemu banyak orang (lebih dari 3 orang), energi saya banyak berkurang. Atau memang karena hakikatnya saya yang ansos, sehingga berjumpa dengan orang lain adalah sesuatu yang mesti dihindari. 

Pada saat itu, saya tidak berani mengaku bahkan denial bahwa diri saya seperti dua hal yang disebutkan di atas. Ini menjadi pergulatan batin, membuat saya overthinking, dan stress -- lantaran saya merasa bahwa apa yang saya pikirkan bukanlah hal yang normal. 

Saya pun mencoba curhat kepada teman saya yang notabenenya orang extrovert, aktif ikut banyak kegiatan, serta banyak koneksi dan relasi. Bisa dibilang teman saya satu ini kepribadiannya bertolak belakang dengan saya. Setelah saya curhat dari dia, maka seperti yang bisa anda tebak, saya disarankan untuk mengikuti cara-cara yang dia lakukan; mengikuti banyak kegiatan, aktif di mana pun, dan ya....intinya mengikuti cara-cara dia. 

Nasihat itu baik memang, saya akui. Namun, entah mengapa, ungkapan itu mengganjal hati saya. Saran yang diberikan membuat saya pesimistis, dan berpikir, "apakah saya cocok menjadi orang produktif? Apakah cara tersebut akan berhasil diterapkan pada diri saya?"

Dan ternyata....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline