Lihat ke Halaman Asli

Nyimas Ratu Intan Harleysha

Mahasiswa Jurnalistik

Ramadan Pergi, THR Datang Lagi

Diperbarui: 14 April 2024   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pembagian THR. Foto: Getty Images/simon2579

Siapa yang sedih ketika bulan Ramadan pergi meninggalkan kita? Bagi umat Islam di seluruh dunia, Ramadan merupakan ibadah tahunan yang mengharuskan mereka untuk melakukan ibadah puasa selama sebulan. Tidak hanya untuk beribadah, bulan puasa juga meninggalkan momen yang berkesan, seperti berburu takjil, bermain petasan, dan menunggu datangnya Tunjangan Hari Raya (THR). Nah, setelah selesainya Ramadan, umat Islam akan disambut dengan perayaan hari kemenangan yang dikenal sebagai Hari Raya Idulfitri. 

Perayaan Idulfitri tentu dilaksanakan secara berbeda-beda di seluruh dunia. Tidak perlu melihat negara lain, bahkan antara satu tetangga dengan tetangga lainnya pun memiliki cara tersendiri dalam merayakan hari kemenangan. Misalnya, orang Betawi di Jakarta yang memiliki adat mengunjungi kerabat selama 7 hari, orang Jawa yang melakukan sowan atau ziarah ke makam orang-orang tertentu, serta budaya sungkem orang Indonesia yang dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf. 

Terlepas dari berbagai tradisi di Indonesia, ada satu hal yang tetap sama di seluruh daerah: pemberian THR. Siapa yang tidak familiar dengan istilah tersebut? Di Indonesia, budaya THR identik dengan tradisi menukarkan uang baru sebelum kemudian membagikannya kepada keluarga, saudara, atau orang terdekat. Itulah salah satu hal yang ditunggu ketika bersilaturahmi ke rumah sanak saudara. Hari Raya Idulfitri rasanya tidak lengkap tanpa adanya sesi pembagian THR. Namun, bagaimana tradisi ini bisa sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia?

Mengutip dari laman unair.ac.id, Pakar Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga Djoko Adi Prasetyo, Drs., M.Si. beranggapan bahwa tradisi pemberian THR mengakar dari proses akulturasi antara budaya Timur Tengah dengan Indonesia sejak abad ke-16 hingga ke-18. Para raja dan bangsawan Kerajaan Mataram Islam biasa memberikan uang baru sebagai hadiah kepada anak-anak para pengikutnya saat Idulfitri sebagai bentuk rasa syukur, terutama terkait keberhasilan mereka dalam menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Sejarah juga mengatakan bahwa THR pertama kali tercetus pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi demi meningkatkan kesejahteraan aparatur negara.

Zaman sekarang, tradisi ini pun masih dipertahankan sebagai bentuk kebersamaan antarkeluarga. Biasanya, mereka yang belum berpenghasilan, masih mendapatkan THR dari anggota keluarga yang lebih tua. Hal ini pun berlaku bagi Gading (20) dan Mandha (19), sebagai para penerima THR. Tahun ini, mereka masih diberi uang oleh orang tua, kakek-nenek, dan juga kerabat yang lain. Rentang uang yang diberikan pun bervariasi, mulai dari 20 ribu rupiah hingga 200 ribu rupiah. 

"Tahun ini banyak yang ngasih THR: ada ayah saya, ibu saya, kakek-nenek saya, om, tante saya juga. (Uang) paling kecil 20 ribu dan paling gede, anggap aja 200 ribu-lah, ya," ujar Gading.

Bentuk kebersamaan ini pun diterapkan oleh Ari (48), seorang wirausahawan dan Ade (47), seorang ibu rumah tangga sebagai para pemberi THR. Perbedaan pekerjaan membuat pemberian uang mereka bervariasi. Karena Ari merupakan seorang wirausahawan, ia memiliki beban THR di luar anggota keluarga, yaitu anak dari karyawannya. Rentang nominal yang ia beri berkisar dari 20 ribu hingga 500 ribu.

"Tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, yang saya kasih itu keluarga, meliputi dari anak, keponakan, anak sepupu, kemudian anak karyawan, dan lain-lain. Range-nya mulai dari 20 ribu sampai 500 ribu" tuturnya.

Status Ade sebagai ibu rumah tangga membuat ia hanya bertanggung jawab untuk memberikan THR kepada orang yang dianggap dekat secara hubungan keluarga. Tidak sebanding dengan Ari, jumlah penerima THR dari Ade lebih sedikit sehingga ia mengeluarkan nominal yang lebih besar.

"Ngasih THR ke anak, keponakan, dan orang-orang yang dekat (hubungannya). Range-nya dari 50 ribu sampai 1 juta," ujarnya.

Lebaran merupakan ajang untuk menyambung kembali tali silaturahmi antarkerabat. Kedekatan hubungan menjadi salah satu faktor penentu dari jumlah uang yang diberi maupun diterima. Bagi para narasumber, makin dekat hubungan keluarga, makin besar juga uang yang mereka keluarkan/terima. Hal ini merupakan suatu kesamaan yang menyatukan para narasumber sepanjang lebaran. Selain karena kedekatan hubungan, keluarga Mandha juga memberikan uang lebih kepadanya jika dibandingkan ke anak-anak. Hal ini disebabkan statusnya sebagai mahasiswa aktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline