Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melempar kode untuk melakukan pergantian atau reshuffle kabinet. Hal ini menjawab pertanyaan wartawan saat di Bendungan Sukamahi, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (23/12/2022). "Mungkin. Ya nanti," begitu jawaban beliau saat itu.
Reshuffle kabinet di sistem pemerintahan multi partai seperti di Indonesia saat ini memang salah satu dinamika politok yang sangat seksi untuk diketahui. Keluar masuknya nama -- nama orang yang duduk di kementerian menunjukkan kekuatan politik yang ada ada di belakangnya. Semakin banyak atau juga semakin penting posisi yang di duduki kader partai tertentu menandakan seberapa besar pengaruhnya di pemerintahan.
Reshuffle di Indonesia biasanya dilandasi oleh dua hal, yakni pertimbangan kinerja dan pertimbangan politis. Kalau pertimbangan kinerja biasanya Presiden menyerahkan pilihan ke partai pendukungnya untuk mengganti kadernya di pemeritahan. Dari partai yang sama hanya beda orang.
Yang kedua yang jauh lebih rumit adalah pertimbangan politis. Hal ini juga tak kalah pentingnya dalam menentukan siapa-siapa yang bakal duduk di kabinet. Mau tidak mau Presiden dalam hal ini sebagai eksekutif tentunya memerlukan dukungan yang solid dari partai-partai yang ada. Karena pemerintahan juga tidak bisa berjalanan mulus tanpa dukungan dari parlemen yang berisi multi partai.
Belakangan isu reshuffle berhembus kencang sejak Partai Nasdem mencalonkan Anies Bawesdan sebagai bakal calon Presiden yang diusung partainya. Partai Nasdem yang saat ini masuk kedalam koalisi pemerintahan dianggap berbeda pilihan dengan Presiden terkait Pilpres 2024. Ketidakharmonisan antara Jokowi dan Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh semakin nyata dan terlihat ke publik. Terakhir adalah ketika Surya Paloh dengan alasan berobat, tidak menghadiri pernikahan anak bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangareb di Solo beberapa waktu lalu.
Jokowi membutuhkan kestabilan politik di dalam pemerintahannya, apalagi tahun 2023 kedepan dipercaya sebagai tahun politik. Tahun dimana sebagian besar fokus ketua umum partai terbagi antara menjadi anak buah presiden dalam menjalankan tugas-tugas menjadi menteri dan juga melaksankan kepentingan masing masing partainya.
Jokowi tentunya sudah punya kreteria bahkan diyakini sudah mengantongi nama siapa yang bakal dia dukung di 2024. Dan siapa itu tentunya bukan Anies Bawesdan yang didukung oleh Nasdem. Jokowi ingin memastikan kabinet diisi oleh orang orang yang sejalan dengan program -program yang telah dia buat saat ini dan juga memastikan penggantinya adalah orang yang mau dan bersedia meneruskan cita-cita pembangunan yang telah di gagas olehnya.
Saat ini ada 3 kementrian yang diisi oleh kader Nasdem yakni; Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
Ketiga menteri tersebut tentunya selama ini telah bekerja keras dibawah arahan Jokowi kalau tidak mana mungkin bisa bertahan sampai 3 tahun ini. Namun ketiganya juga mempunyai catatan yang mungkin bisa menjadi "pintu masuk" supaya mereka bisa diganti.
Menkominfo sempat menjadi sorotan tajam ketika memblokir sejumlah aplikasi termasuk didalamnya Steam dan yang paling banyak diprotes orang yakni Paypal. Johnny di Partai Nasdem tercatat menjabat sebagai Sekertaris Jendral ( Sekjen) Partai.
Siti Nurbaya sempat menjadi polemik mengeluarkan pendapat soal pembangunan yang tidak akan berhenti walaupun ada kerusakan alam. Siti Nurbaya ingin mengatakan bahwa kerusakan hutan adalah sebuah keniscayaan kalau kita akan melakukan pembangunan, yang seharusnya seorang menteri kehutanan akan membela mati-matian agar hutan dapat tetap lestari walaupun ada pembangunan. Bukan malah mengorbankannya.
Kementrian Pertanian belakangan ini menjadi berita hangat terkait masalah impor 300 ton beras dari Vietnam. Memang masalah Impor beras adalah kebijakan lintas sektoral antara Bulog, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pertanian. Namun peran Kementrian Pertanian yang belum mampu membuat Indonesia memenuhi kebutuhan beras nasional, tentunya mendapat sorotan paling tajam. Kementrian ini bisa dianggap gagal mewujudkan swasembada beras dalam negeri. Bahkan harga beras di Indonesia disebut paling mahal dikawasan Asia Tenggara.
Dari sedikit jabaran diatas memang posisi kader Partai Nasdem di kabinet agak rawan. Selain masalah politik terdapat juga kinerja yang bisa dinilai langsung oleh rakyat. Jokowi tentunya punya alasan yang kuat untuk melakukan reshuffle kalau sudah begini. Jokowi tentunya tidak akan secara gamblang mengatakan bahwa faktor politik juga berperan. Tapi beliau pasti akan mengedepankan faktor kinerja yang kurang maksimal. Publikpun diminta cerdas untuk membaca situasi ini.
Kalau sudah begini bola sebenarnya ada di Partai Nasdem, menunggu ditendang atau lebih terhormat mengundurkan diri. Dua duanya tentu memiliki konsekuensi logis baik positif dan negatif. Kalau ditendang memang Nasdem terlihat kalah karena seperti "habis manis sepah dibuang" (Nasdem sudah bersama Jokowi sejak 2014). Namun dibalik itu Nasdem bisa meraih simpati publik sebagai partai yang terzolimi, sejarah mencatat di Indonesia, siapa yang dianggap terzolimi itu yang bakal naik menjadi Presiden berikutnya. Kalau mundur, tentunya akan lebih terhormat bagi Nasdem tapi seakan Nasdem memang kalah terhadap tekanan dan dianggap sebagai partai pengecut yang keluar dari gelanggang.
Penulis menyakini cepat atau lambat kader Nasdem di Kabinet memang harus keluar. Apalagi kalau semakin mendekati hari -- hari pilpres. Jadi kita tunggu saja langkah kuda baik dari Surya Paloh atau Jokowi selanjutnya. Apapun itu keputusannya sebaiknya tetap memperhatikan kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Salam poliTIKUS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H