Lihat ke Halaman Asli

Leonardi Gunawan

TERVERIFIKASI

Karyawan

Fanatisme Buta Pemicu Bencana

Diperbarui: 2 Oktober 2022   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepakbola Indonesia kembali berduka, kali ini dukanya sangat dalam. Boleh diilang sebagai tragedi bencana. Nyawa kembali melayang, bukan lagi 1-2 orang tetapi sampai 130 orang ( dan bisa bertambah lagi).  

Pertandingan Arema Malang vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang  berakhir dengan kekalahan tuan rumah 2-3 atas tamunya. Ketidakpuasan dari supporter inilah yang memicu serangkain persitiwa yang pada akhirnya menewaskan 130 orang tersebut.

Untuk urutan detail dan bagaimana peristiwa itu, pastinya akan diseldiki pihak terkait.

Garis besarnya mungkin seperti ini ; pertandingan di langsungkan malam hari ( terlalu malam bahkan) , kapasitas penonton melebihi tempat yang ada, tim tuan rumah kalah, supporter tidak puas, supporter masuk ke lapangan, polisi panik, polisi melepaskan gas air mata ke arah tribun dengan harapan menghalau massa, penonton berusaha menghindari gas air mata, penonton desak-desakan di pintu keluar, kondisi tidak terkendali, terjadi penumpukan di pintu keluar, berdesakan, pada akhirnya terinjak injak, kehabisan nafas dan tewas.

Dari semua kejadian tersebut kita sebenarnya bisa urai satu persatu dari awal sampai akhir untuk mengetahui yang salah dan yang benar. Setiap p

hak tentunya mempertahankan ego dan alasan masing masing sehingga nampak tidak bersalah. Dalam tulisan ini penulis lebih menitik beratkan kepada ulah supporter yang pada akhir pertandingan merengsek masuk kedalam lapangan.
Ulah sebagian kecil supporter yang tidak puas inilah yang pada akhirnya memicu kejadian-kejadian selanjutnya. 

Teori pengerahan masa pada dasarnya adalah harus ada pemicunya, harus ada yang memulai. Dan celakanya saat itu setelah ada yang memulai supporter yang lain juga ikut -- ikutan masuk kedalam lapangan.

Entah mereka mau ngapain? Ada yang bilang mau mengejar pemain lawan, ada pula yang bilang malah melawan polisi dan lain sebagainya. Polisi represif? Bisa jadi karena sudah lelah berjaga, sudah mau larut malam. Terus kena provokasi, dan ditangan ada senjata. Maka jadilah seperti itu.

Menonton sepakbola tanpa adanya supporter memang seperti makan sayur tanpa garam, hambar. Tidak ada teriakan tidak ada sorak sorai dari penonton, membuat pertandingan seperti kita dalam latihan saja, Kehadiran supporter kerap dijuluki sebagai pemain ke-12 sebagai penyemangat dan juga bisa menjatuhkan mental lawan.

Sebagian suporter klub di Indonesia terbentuk secara turun temurun karena factor kedaerahan. Terutama klub -- klub yang berangkat dari Perserikatan. Seperti : Persib , Persija, Persis, PSM, Persebaya,dll. Para pendukung mereka ini diturunkan turun-temurun dari kakeknya ke ayahnya ke anak lalu ke cucu. Kehebatan kehebatan masa lalu selalu di dengungkan kepada lintas generasi. 

Sehingga pada akhirnya karakter supporter yang ingin selalu menang dan tidak suka dengan suporet lain lama lama terbentuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline