Lihat ke Halaman Asli

Leonardi Gunawan

TERVERIFIKASI

Karyawan

Mati Suri Olahraga Indonesia Karena Corona, Apa Solusinya?

Diperbarui: 1 Oktober 2020   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Setelah berita dari cabang olahraga Bulutangkis dimana Tim Indonesia pada akhirnya menarik diri  dari keikutsertaanya mengikuti turnamen -- turnamen di benua Eropa baik gelaran Piala Thomas dan Uber juga turnamen seri super Series, cabang olahraga sepakbola pun mengumumkan bahwa gelaran Liga  1 dan 2 yang sedianya bergulir dalam waktu dekat, ditunda, karena alasan pendemi corona.

Tidak usah bertanya lagi bagaimana nasib turnamen pada cabang cabang olahraga lainnya. Dapat dipastikan sebagian besar tidak ada kegiatan alias mati suri. Berlatih terus menerus tanpa ada tujuan yang akan dicapai tentunya adalah keadaaan yang tidak ideal. Pemain khususnya lambat laun akan kehilangan motivasi dalam berlati.

Dengan tidak adanya turnamen mau tidak mau pada akhirnya berimbas juga pada pendapatan para atlet itu sendiri. Pada cabang sepakbola saja contohnya, perputaran uang disana sangat besar jumlahnya. Bagaimana klub dapat membiayain gaji para pemain, pelatih dan para staffnya kalau pemasukan tidak ada.

Satu klub yang dianggap biasa bukan klub kaya dan bertabur bintang. Mempunyai sekitar 20-30 orang yang perlu digaji. Anggap rata -- rata gaji para anggota klub sekitar 15 juta. Maka pengeluaran rutin berkisar 300 -- 400 juta untuk bayar gaji saja. Ini jelas akan lebih besar bila klub itu bertabur bintang dan ada pemain asingnya. Biasanya klub juga membuayai fasilitas- fasilitas sang pemain seperti rumah/apartemen dan kendaraan. Jadi dapat dihitung berapa pengeluran klub tersebut.

Sedangkan pemasukkan klub di Indonesia rata- rata ada tiga komponen besar yakni ; sponsor, tiket penonton, dan pembagian hak siar pertandingan. Untuk sponsor jelas ada berbagai klausul kontrak yang harus dipenuhi klub, apalagi masa pendemi begini pihak sponsor pasti sangat selektif mengeluarkan uang.

Bisa jadi kalau sponsor tidak punya uang, akibatnya  kontrak putus tengah jalan.  Kalau nomor dua dan tiga ( tiket dan hak siar) selama tidak ada pertandingan ya pemasukan nol.

Melihat kondisi begini para pemangku kebijakan disektor olahraga harus dapat mencari jalan terbaik bersama untuk dapat menyelamatkan insan insan olahraga Indonesia, terutama para atlet atlet yang notabene sangat bergantung pada kegiatan turnamen. Kemenpora, KONI, KOI dan Induk -- induk cabang olahraga tidak bisa berjalan sendiri sendiri dalam melihat hal ini.

Wabah ini memang bukan main -- main. Bahkan saat ini sudah menginfeksi hampir 300rb orang di Indonesia. Sampai saat ini cara yang paling efektif untuk menghindari terkena virus ini adalah dengan menjaga jarak ( menjauhi kerumunan), memakai masker serta menjaga kebersihan tubuh ( dengan sering cuci tangan, dan sebagainya). Sedangkan olahraga tanpa interaksi dan keramaian sepertinya aneh. Apalagi bertanding tanpa penonton sepertimakan sayur tanpa garam. Ada yang kurang rasanya. Tetapi sepahit apapun, setidak enak apapu, seaneh apapun.

Kita harus bisa jalan seimbang. Antara keberlangsungan hidup insan olahraga ( baca : pemasukan uang), serta juga menjaga agar pendemi ini tidak meluas apalagi meluas gara gara karena ada kegiatan olahraga.

Beberapa hal yang dapat menjadi solusi jangka pendek untuk tetap memeri nafas kepada insan olahraga Indonesia agar tidak mati suri antara lain ;

1. Buatlah mini turnamen / interen

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline