Pil sangat pahit harus ditelan oleh jutaan suporter pendukung Timnas Indonesia, baik yang menonton langsung maupun lewat media elektronik. Bermain di depan publik sendiri Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, harapan menang sempat membumbung tinggi sebelum pertandingan, apalagi saat Timnas kita bisa unggul 2 kali. Tetapi apa daya pada akhirnya kita harus menyerah 2-3, dan gol tersebut hadir pada menit-menit akhir perpanjangan waktu. Sungguh menyakitkan memang. Seperti yang dilangsir dari detik.com (6/9/2019)
Penulis sendiri melihat sedikit "ketidak normalan" dalam pertandingan tadi malam. Persis terjadi saat (kalau kita ingat) Tim kita berhadapan dengan Singapore dibawah asuhan Bima Sakti. Ada "sesuatu" yang hilang dari para pemain kita. "Roh" Garuda dan merah putih tidak tergambar dalam pertandingan tadi malam.
Diawali dari strategi yang kita gunakan 4-2-3-1. Di sini terlihat Simon McMenemy sepertinya masih ingin bermain normal dan aman, dengan menaruh dua jangkar agak ke belakang. Zulfiandy dan khususnya Evan Dimas terlalu ke belakang. Sehingga aliran bola ke depan sepertinya mati. Memang strategi bisa saja mengikuti perkembangan lapangan.
Memakasi pola 4-3-3 atau 4-1-4-1 lebih baik dalam menyerang. Sehingga Evan Dimas lebih leluasa dalam menyerang. Malaysia sendiri ternyata cepat merespon hal ini, mereka segera bermain dan menyerang terus dari sayap. Boleh dibilang malam tadi strategi Simon lebih memberatkan kepada pertahanan daripada menyerang.
Starting Line Up pun agak ajaib. Memang seorang pelatih berhak untuk menentukan siapa saja yang bermain, hak preogratif istilahnya. Tapi beberapa kejanggalan sudah terbaca. Penunjukan Manahati di jantung pertahanan, padahal sejatinya dia adalah seorang gelandang bertahan. Di bangku cadangan masih banyak pemain yang bisa jadi opsi seperti Yanto Basna.
Bek Sayap khususnya kanan, bukan meremehkan bek yang ada, tapi secara usia juga harus diperhatikan. Untuk intensitas pertandingan yang menguras fisik haruslah mereka yang kuat. Padahal kita masih punya bek-bek tangguh di sisi kanan kiri dan juga rajin overlap dan berkarakter menyerang, sebut saja Putu Gede dan Rezaldi yang kali ini tidak dipanggil.
Saddil yang baru dipanggil beberapa hari yang lalu ternyata langsung masuk ke line up, demi alasan sudah kenal dengan kultur sepak bola Malaysia. Dan ternyata Saddil bermain jauh dibawah performa biasanya, kelelahan mungkin jadi alasannya. Memainkan Irfan Jaya atau Irfan Bachdim sebetulnya bisa menjadi opsi yang baik untuk timnas kita. Sedangkan Saddil dan Febri bisa menjadi senjata pamungkas di babak kedua.
Dari segi permainan di lapangan nampak sekali ada "sesuatu" yang membebani skuad Garuda kita. Setelah unggul satu gol. Timnas kita bukannya makin giat menyerang tapi malah bermain bertahan. Ada kelengahan kalau tidak mau dibilang pembiaran saat Malaysia mencetak gol demi gol. Gol pertama Malaysia jelas sekali itu salah koordinasi barisan belakang.
Ditambah sepertinya kiper kita tidak dapat bereaksi apa-apa ketiga bola masuk ke gawang. Nampak semalam yang terlihat banyak berlari dan membawa bola adalah Andik, tetapi kondisi fisiknya jauh turun di babak kedua, Andik pun banyak menerima tebasan dari para pemain Malaysia.
Kondisi diperparah di babak kedua saat Rizky Pellu masuk menggantikan Zulfiandi, entah apa yang diinginkan Simon terkait pergantian tersebut, sudah terlihat bahwa Lilipaly , Andik dan Saddil lah yang sudah kehabisan bensin, ini yang diganti malah pemain jangkar tengah.
Pola pola serangan bola cepat antar kaki, pergerakan cepat disayap nyaris tidak terlihat, yang nampak adalah salah umpan, lambung bola kedepan, dan pelanggaran-pelanggaran tidak perlu yang banyak dibuat.