Lihat ke Halaman Asli

Leonardi Gunawan

TERVERIFIKASI

Karyawan

Kanal Lapor Presiden: Cara Presiden Melawan Pengajuan Dana Aspirasi DPR

Diperbarui: 13 Juli 2015   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Heboh mengajuan dana aspirasi 20 M per tahun per orang untuk setiap anggota DPR seakan membunuh akal sehat kita untuk berfikir maju. Dengan sedemikian majunya teknologi informasi masa sekarang apakah masih diperlukan dana sebegitu besar hanya dipakai untuk “mengumpulkan” aspirasi masyarakat tersebut?. Presiden dalam hal ini seolah2 ditantang oleh para anggota DPR yang terhormat ini untuk segera menyetujui pengajuan dana ini. Dengan berbagai alasan yang seperti disebutkan diatas “membunuh akal sehat masyarkat”. Selain karena majunya teknologi informasi, perlu diingat bahwa setiap anggota DPR adalah perpanjangan tangan dari partai politik. Dan partai politik di Indonesia dalam peraraturannya harus memiliki cabang sampai tingkat kecamatan. Apakah pengurus partai tersebut tidak bisa menyampaikan aspirasi yang ada dimasyarkat? Kalau memang tidak bisa, buat apa ada partai politik?

Yang menjadi ketakutan adalah bukan karena anggota DPR tidak bisa menghimpun aspirasi masyarakat dan bukan pula aspirasi masyarakat itu tidak didengar. Tetapi lebih pada aspirasi mana yang akan dihimpun dan juga aspirasi masyarakat mana yang akan didengarkan. Karena anggota DPR adalah perpanjangan parpol dan setiap anggota serta parpol juga membawa kepentingan mereka masing2. Pemerintah dalam hal ini Presiden dengan tegas menolak usulan DPR tersebut. Dan lebih jawaban Presiden bukan hanya menolak tetapi memberikan contoh kepada anggota DPR bagaimana cara menyerap aspirasi masyarakat yang secara langsung, real, cepat, dan juga murah.

Presiden baru – baru ini membuat kanal yang berjudul www.laporpresiden.org sebagai respons dalam menjawab aspirasi masyarakat yang mungkin terlalu sulit apabila menembus system birokrasi. Kanal yang menurut Presiden adalah hasil karya anak bangsa Simbiosis mutualisme terjadi, dimana masyarakat dapat menyampaikan langsung uneg2 dan aspirasinya. Dan Presiden dapat secara langsung melihat apa yang telah dilakukan bawahannya dalam melayani masyarakat.  Dan tak kalah pentingnya hal ini seolah2 “menampar” muka para anggota DPR yang getol memperjuangkan dana aspirasi yang sangat besar jumlahnya dan peruntukannya tidak jelas.

Mengenai bagaimana kanal ini bekerja tentunya dibelakangnya dibutuhkan adanya tim yang bertugas memantau dan menyeleksinya apakah data yang diberikan valid atau tidak. Memang perlu bayar orang, perlu bayar operator, perlu bayar orang IT. Tetapi yakin bahwa dana yang dibutuhkan tidak sebesar ( 20 milyard x 560 ). Suara sumbang pasti akan terdengar, seperti : ahh  paling juga pencitraan lagi, gimana mau tau sudah ditindak lanjuti atau belum laporannya, gimana kadar kevalidan laporan masuk dan orang yang buat laporan, orang Indonesia khan tidak semua melek internet, dan lain sebagainya….

Efektif atau tidaknya kanal ini tentunya kembali ke yang mengasuh / membuat kanal tersebut. Kalau ternyata pada perjalannya semua laporan masuk hanya sebagai laporan saja tanpa pernah ditindak lanjuti maka kanal tersebut pasti akan ditinggalkan. Tetapi setidaknya dengan adanya kanal ini. Kita dapat mengambil suatu pelajaran bahwa banyak cara sederhana yang dapat dilakukan apabila hanya sekedar menampung aspirasi, Presiden sudah memberi contoh, mungkin sebentar lagi Gubenur, Bupati, Pak Camat, Pak Lurah mempunyai kanal sendiri untuk menampung aspirasi mwarganya atau barangkali nantinya setiap anggota DPR akan juga punya kanal pribadi untuk setiap daerah pemilihannya dimana pemilihnya dapat mengajukan aspirasi. Kita tunggu.

Yang gampang jangan dipersulit, yang murah jangan dibuat mahal. Stop pembodohan !!

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline